Jumat, 08 Februari 2013

Jalan Menuju Khilafah


Satu soal yang sering dipertanyakan oleh berbagai pihak adalah bagaimana cara Hizbut Tahrir (Indonesia) mencapai cita-citanya. Bagi mereka terdengar musykil, bagaimana bisa HT(I)  ingin menegakkan syariah dan Khilafah tetapi tidak ikut Pemilu. Dalam pandangan mereka, Pemilu adalah jalan paling logis untuk meraih kekuasaan. Oleh karena itu penerimaan terhadap sistem demokrasi dan Pemilu sebagai instrumen pokoknya, baik sekadar sebagai sebuah jalan untuk meraih kekuasaan ataupun sebagai sebuah sistem politik, merupakan hal yang tidak perlu diperdebatkan. Demokrasi dianggap sebagai jalan yang paling baik dalam mewujudkan cita-cita politik. Bila tidak melalui cara demokrasi, lantas menggunakan apa?
Mereka juga mempertanyakan langkah HT(I) untuk menegakkan syariah dan Khilafah melalui apa yang disebut thalabun-nushrah (mencari pertolongan) dari ahlun-nushrah yang tidak lain adalah ahlul-quwwah (pemilik kekuatan) baik dari kalangan penguasa ataupun militer. Dalam pikiran mereka, kekuasan itu harus direbut baik dengan cara damai melalui jalan demokrasi maupun jalan kekerasan melalui perjuangan militer. Kata mereka, tidak pernah ada fakta bahwa kekuasaan bisa diraih melalui thalabun-nushrah seperti yang diteorikan oleh HT.
++++
Harus diakui, demokrasi kini telah menjadi sistem politik yang paling banyak dianut di dunia. Hampir semua negara, termasuk negeri-negeri Muslim sejak runtuhnya Kekhilafahan Utsmani pada 1924, menganut sistem politik ini. Namun, penerimaan Dunia Islam terhadap demokrasi tidaklah mulus. Bila diringkas, ada tiga kelompok sikap. Pertama: yang mengatakan tidak ada masalah dengan demokrasi.  Islam bukan saja menerima ajaran demokrasi, bahkan Islam adalah agama yang sangat demokratis seperti tampak pada anjuran untuk bermusyawarah dan sebagainya. Kedua: pandangan yang menolak sama sekali demokrasi. Sebagai anak kandung sekularisme, demokrasi bertentangan seratus delapan puluh derajat dengan Islam. Ketiga: yang mengatakan bahwa demokrasi memang bukan ajaran Islam, tetapi Islam bisa memberikan nilai-nilai dalam demokrasi. Demokrasi juga bisa dijadikan sarana untuk mencapai tujuan politik Islam. Dari kalangan mereka muncul istilah demokrasi islami.
Bila tujuannya sekadar meraih kekuasaan, Pemilu memang adalah cara yang paling logis. Namun, bila tujuannya adalah lahirnya perubahan mendasar pada sistem dan rezim, maka fakta membuktikan justru cara-cara konvensional yang dilakukan selama ini telah gagal menghasilkan perubahan yang diinginkan. Lihatlah, tumbangnya rezim Orde Baru tidak terjadi melalui Pemilu meski telah diadakan berulang-ulang selama 30 tahun. Perubahan besar baru terjadi melalui gerakan reformasi yang berlangsung hanya beberapa bulan. Namun, karena reformasi juga tidak dimaksudkan bagi terjadinya perubahan sistem secara mendasar, maka keadaan pasca reformasi juga tidak banyak mengalami perubahan. Bila sebelum reformasi tatanan negeri ini bersifat sekularistik, setelah reformasi juga masih tetap sekular. Bahkan banyak pihak menilai keadaan sekarang lebih buruk daripada sebelumnya. Korupsi meningkat tajam, kerusakan lingkungan makin menjadi-jadi, pornografi makin tak terkendali, dan jumlah orang miskin makin meninggi.
Bukan hanya di Indonesia, perubahan besar yang terjadi di negeri-negeri Muslim di Timur Tengah juga terjadi melalui jalan bukan demokrasi. Gelombang Revolusi Arab atau Arab Spring  telah mengakhiri puluhan tahun kekuasaan para diktator di sana. Meski demikian, harus diakui bahwa revolusi itu, termasuk revolusi militer di sana, belumlah mampu memberi jalan bagi tegaknya syariah dan Khilafah di wilayah itu. Namun, revolusi di Syria boleh disebut sebagai sebuah perkecualian. Bila tidak ada kekuatan besar yang menghadang, tegaknya Khilafah di sana tampaknya hanya soal waktu.  Kalau begitu, bukankah benar bahwa syariah dan Khilafah bukan tegak melalui jalan thalabun-nushrah?
++++
Sikap yang demikian mengagungkan demokrasi dan menafikan cara Islam dalam perjuangan jelas menunjukkan kelemahan, sekaligus ketidakberdayaan umat Islam akibat telah lama masuk pada apa yang disebut jebakan intelektual (intelectual trap) dan jebakan politik (political trap). Padahal sesungguhnya masih ada jalan lain. Itu yang kita sebut sebagai thariqah dakwah Rasulullah saw.. Inilah metode perjuangan yang dituntunkan oleh Rasulullah saw., dan insya Allah SWT akan bisa mengantarkan  pada perwujudan cita-cita politik Islam yang hakiki, yakni tegaknya kembali syariah dan Khilafah.
Kita tahu, perjuangan Rasulullah Muhammad saw. dalam mengubah dunia di mulai di Makkah, dan berbuah setelah hijrah ke  Madinah. Fase ini tidak mungkin terjadi bila Rasul tidak menempuh fase pengkaderan dan pembinaan di Makkah yang memang memakan waktu cukup lama, yaitu 13 tahun. Waktu sepanjang itu diperlukan untuk menanamkan fikrah Islam di tengah masyarakat. Setelah hijrah ke Madinah, dakwah Rasul mencapai perkembangan luar biasa. Orang-orang kemudian berbondong-bondong masuk Islam. Dari sana, dimulailah era kejayaan Islam.
Kemenangan perjuangan Rasulullah itu tidak bisa dilepaskan dari usaha untuk meminta pertolongan (thalabun-nushrah) yang beliau lakukan pada tahun ke-8 kenabian, khususnya setelah wafatnya paman Nabi saw., Abu Thalib, dan istri tercintanya, Khadijah ra., serta semakin meningkatnya gangguan dari kaum Quraisy. Itu terjadi di penghujung fase kedua dalam thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw., yaitu fase interaksi dengan masyarakat  (at-tafa’ul ma’a al-ummah). Thalabun-nushrah  ditempuh guna mendapatkan perlindungan bagi dakwah dan jalan meraih kekuasaan (istilam al-hukmi) bagi penerapan syariah. Dalam usahanya itu, Ibnu Saad dalam kitabnya At-Thabaqat, sebagaimana ditulis Ahmad al-Mahmud dalam kitab Ad-Da’wah ila al-Islam, menyebutkan Rasulullah saw. mendatangi tak kurang 15 kabilah; di antaranya Kabilah Kindah, Hanifah, Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Kalb, Bakar bin Wail, Hamdan, dan lain-lain. Kepada setiap kabilah, Rasulullah saw. mengajak masuk Islam sebelum meminta nushrah dari mereka.
Meski berulang ditolak, Rasulullah saw. tetap saja terus meminta. Rasulullah saw. tidak berusaha mengganti dengan metode lain. Fakta ini merupakan qarinah (indikasi) yang jazim (tegas) bahwa thalabun-nushrah merupakan perintah Allah SWT, bukan inisiatif Rasulullah saw. sendiri atau sekadar tuntutan keadaan. Setelah sekian lama berusaha, pada tahun ke-12 kenabian, akhirnya Rasulullah berhasil mendapatkan nushrah dari kaum Anshar. Kaum yang telah dibina sebelumnya itu menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada Rasulullah saw.. Jadi, thalabun-nushrah adalah metode yang paling sahih dalam usaha meraih kekuasaan, karena hal ini ditunjukkan secara nyata oleh Baginda Rasulullah saw. dalam perjuangannya.
Harus diingat, thalabun nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer, juga bukanlah kudeta militer. Aktivitas militer hanyalah salah satu cara (uslub)—bukan satu-satunya cara—yang bisa dilakukan oleh ahlun-nushrah. Adapun eknis peralihan kekuasaan bergantung sepenuhnya kepada ahlun-nushrah. Bisa melalui jalan damai, sebagaimana dilakukan oleh kaum Anshar saat menyerahkan kekuasaannya di Madinah kepada Rasulullah saw., tetapi bisa juga melalui  aktivitas militer. Semua bergantung pada ahlun-nushrah.
Itu pula yang saat ini terjadi di Syria. Proses-proses thalabun-nusrah diyakini tengah berlangsung di sana. Detilnya seperti apa, tentu kita tidak tahu, karena aktivitas mencari pertolongan dilakukan secara tertutup. Namun, sejauh yang diekspos media, komitmen para pimpinan mujahidin yang potensial menjadi ahlul-quwwah untuk perjuangan Islam sangatlah kuat. Hal itu terlihat dari syiar-syiar yang didengungkan, ikrar, dan bahkan sumpah yang mereka lakukan untuk tetap teguh berjuang bagi tegaknya syariah dan Khilafah di Syria, serta penolakan mereka terhadap intervensi Barat dan ide negara demokrasi.
Maka dari itu benar, bila tidak ada kekuatan besar yang menghadang, tegaknya syariah dan Khilafah di sana  agaknya hanya soal waktu. Ketika itulah semua yang diteorikan HT tentang jalan menuju Khilafah, yang sesungguhnya semata diambil dari thariqah dakwah Rasulullah, bakal terbukti. Nashr[un] minalLah wa fath[un] qarib. Insya Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar