[Al-Islam edisi 654] Kasus
pencabulan telah jadi masalah serius di negeri ini. Kasusnya sudah hampir
harian. Di Sleman seorang siswi SMK diperkosa bergiliran oleh sekelompok
pemuda yang sebagian adalah kawan korban, lalu dibunuh. Di Bengkulu, seorang
ibu rumah tangga melampiaskan nafsu syahwatnya dengan memaksa segelintir remaja
yang notabene tetangganya.
Aksi bejat pencabulan bahkan juga
dilakukan oleh anak SD. Di Gowa, Sulawesi Selatan, akibat kecanduan film
porno lima (5) orang siswa SD mencabuli siswi rekannya sendiri. Di Jambi
seorang siswa SD nekat mencabuli balita umur 2 tahun anak tetangganya.
Ironisnya, di dunia pendidikan
para pendidik yang harusnya digugu dan ditiru malah melakukan kejahatan asusila
itu. Di Jakarta, seorang wakasek SMA negeri melakukan pencabulan berulang-ulang
terhadap siswinya. Di Cilegon seorang guru juga tega mencabuli siswinya di
ruang laboratorium sekolah.
Bahkan guru ngaji yang juga
seharusnya mengajarkan akhlakul karimah pun ikut-ikutan melakukan pencabulan.
Di Lampung Tengah dan Batam, dua orang guru ngaji melakukan perbuatan terkutuk
itu kepada santri-santrinya.
Akibat Sekulerisme dan
Kebebasan
Ada asap pastinya ada api. Jika
direnungkan, maraknya pencabulan dan perkosaan berujung pada sekulerisme dan
kebebasan. Sekulerisme meminggirkan keimanan dan ketakwaan. Jadilah,
masyarakat sekarang ibarat mobil remnya blong. Sementara paham dan
praktek kebebasan ibarat gas yang mendorong, memacu dan membuka peluang
terjadinya pencabulan dan perkosaan.
Sudah begitu, berbagai pemicu
syahwat dan berbagai hal yang membuka peluang terjadinya kejahatan itu begitu
marak dan tersebar luas. Tindakan penguasa untuk mencegah, menindak dan
menanggulanginya juga terlihat sangat minim. Disisi lain, sistem hukum yang
seharusnya berfungsi sebagai palang terakhir nyatanya begitu lemah dan
malfungsi.
Pemicu syahwat seperti pornografi
dan pornoaksi begitu marak beredar di masyarakat. Konten pornografi dan
pornoaksi tetap begitu banyak meruyak di dunia maya. Dengan kecanggihan
alat komunikasi atau gadget, konten pornografi makin mudah diakses dan disebar.
Kasus pencabulan oleh 5 siswa SD kepada kawannya salah satu bukti begitu
merusaknya efek film porno. Bila bocah SD saja bisa mengakses video porno
apalagi orang dewasa.
Muatan pornografi juga banyak
terpampang di media cetak dan elektronik. Banyak tayangan majalah dan di
televisi mengarahkan pada kehidupan bebas dan mengumbar aurat wanita. UU
Pornografi tidak melarang produksi dan penyebaran foto atau gambar maupun film
yang memperlihatkan aurat wanita atau adegan persetubuhan yang disamarkan.
Film-film yang banyak muatan erotis terus marak di layar bioskop.
Peluang kejahatan itu makin
terbuka dengan begitu bebas dan intimnya pergaulan laki-laki perempuan. Banyak
wanita biasa bepergian di malam hari seorang diri. Banyak wanita tak risih
bepergian dengan laki-laki, termasuk yang baru dikenal. Kasus pemerkosaan
seorang siswi SMP oleh 10 orang pria di Jakarta pada awal April lalu berawal
dari janji pertemuan korban dengan seorang pria yang dikenalnya di jejaring
sosial. Kasus perkosaan yang berujung pembunuhan terhadap seorang siswi di
Sleman oleh sekelompok remaja, juga dengan skenario yang sama.
Banyak kasus pemerkosaan terjadi
karena korban masuk perangkap pelaku; diajak jalan atau bertemu di suatu tempat
untuk kemudian dicabuli. Semua itu sulit terjadi seandainya kaum wanita menjaga
diri untuk tidak bercampur baur atau bepergian dengan laki-laki secara bebas.
Di sisi lain, tak sedikit
perempuan berpakaian minim yang mengumbar aurat, sensualitas bahkan erotisme di
muka umum. Disadari atau tidak, hal itu berpeluang mengundang kejahatan seksual
paling tidak membangkitkan nafsu syahwat. Ketua MUI Amidhan mengatakan sering
terjadinya kasus perkosaan dikarenakan dua hal; kaum wanita keluar rumah dengan
pakaian minim, dan makin banyaknya lelaki berperilaku menyimpang.
Jika di negeri ini wanita begitu
bebas berbusana minim dan mengumbar sensualitas bahkan erotisme, lain lagi di
Korsel. Pada bulan Maret lalu Presiden Korea Selatan Park Guen-Hye
mengeluarkan dekrit yang melarang pemakaian rok mini di muka umum. Wanita yang
kedapatan memakai rok mini akan dikenakan denda sebesar 50 ribu won atau
sekitar Rp 440 ribu. Sementara itu di Italia, khususnya di kota Castellammare,
Stabia, telah lama berlaku larangan mengenakan “pakaian sangat minim”
bagi kaum wanita. Denda akan dijatuhkan bila ada wanita yang nekat
melakukannya.
Semakin banyaknya kejahatan
seksual menandakan semakin banyak pria berperilaku menyimpang. Mereka tidak
lagi punya rasa hormat kepada kaum wanita. Bagi mereka kaum perempuan hanyalah
makhluk lemah dan obyek pelampiasan hawa nafsu yang bisa ditindas. Hal
itu seakan melengkapi anggapan dan perlakuan dunia bisnis yang memperlakukan
perempuan layaknya obyek bisnis atau pemanis barang dagangan.
Faktor lemahnya hukum turut
memicu kian derasnya kejahatan kelamin ini. Hukuman bagi pelaku yang ada
dinilai banyak kalangan tidak memberikan efek jera dan melindungi kaum wanita.
Hukuman bagi pelaku pelecehan seksual, pencabulan atau perkosaan begitu ringan,
tidak punya efek jera.
Semua itu jadi bukti, sekulerisme
demokrasi dengan sistem dan hukum produk manusianya, tak berdaya membangun
masyarakat yang bersih, berakhlak mulia dan menjunjung nilai-nilai luhur.
Sistem saat ini justru menjadi bagian dari pemicu dan sebab mendasar berbagai
kejahatan yang terjadi itu.
Syariah Islam Solusinya
Kejahatan seksual niscaya tidak
akan terjadi seandainya masyarakat memiliki ketakwaan yang kuat. Seorang muslim
yang bertakwa akan tidak berani melakukan penganiayaan kepada orang lain,
apalagi kepada kaum wanita. Dia yakin bahwa perbuatan jahat sekecil
apapun tetap akan dihisab dan dibalas oleh Allah SWT. Maka, sekalipun ada
peluang melakukan kejahatan seorang yang bertakwa tidak akan mau melakukannya.
Ketakwaan itu akan membuat kaum
muslimin memandang wanita sebagai insan yang setara dengan pria. Bukan sebagai
komoditi yang bisa dieksploitasi sebagaimana pandangan ajaran kapitalisme
liberalisme. Dengan pandangan yang dilandasi takwa maka interaksi antara pria
dan wanita akan berjalan harmonis dan saling memelihara kemuliaan.
Selain itu, aksi kejahatan
seksual juga tidak akan meruyak seandainya sistem pergaulan Islam diberlakukan.
Dalam pergaulan Islam, laki-laki diperintahkan untuk menundukkan pandangan dari
memandang aurat perempuan dan untuk menjaga kemaluan.
﴿ قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ﴾
Katakanlah kepada mukmin
laki-laki: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (TQS. an-Nûr [24]: 30).
Di sisi lain, para muslimah
diperintahkan untuk berpakaian menutup aurat dan tidak menampakkan aurat mereka
kepada laki-laki yang selain mahram (QS an-Nur [24]: 31). Begitupun
ketika keluar rumah, para wanita diperintahkan selain mengenakan kerudung juga mengenakan
jilbab yakni semacam baju kurung atau jubah di luar pakaian rumahan mereka (QS
al-Ahzab [33]: 59). Selain itu Islam juga melarang perempuan berkhalwat
(berduaan) dengan laki-laki dan melarangnya bepergian kecuali ia disertai
mahramnya. Rasul bersabda:
« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ، وَلاَ تُسَافِرَنَّ
امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ »
Janganlah seorang laki-laki
berkhalwat dengan seorang perempuan dan janganlah seorang perempuan bepergian
kecuali bersama perempuan itu mahram (HR al-Bukhari)
Islam makin menutup celah
kejahatan seksual dengan melarang ikhtilath (campur baur) laki-laki dengan
perempuan. Kehidupan laki-laki dengan perempuan pada dasarnya terpisah,
kecuali pertemuan dan interaksi yang dibenarkan oleh syariah seperti dalam
rangka muamalah, urusan medis, pendidikan, dsb. Maka di dalam Islam tidak
akan dijumpai pria dan wanita berbaur di kafe, bar, night club, di kolam
renang, dsb.
Negara juga berkewajiban untuk
menjaga dan menertibkan pergaulan laki-laki dan perempuan agar tidak bercampur
baur. Pada masa Nabi SAW. Laki-laki dan perempuan dipisahkan baik pada shalat
berjamaah maupun ketika mereka pulang ke rumah. Ummu Salamah ra. menceritakan:
“Di masa Rasulullah saw, para wanita yang ikut shalat berjamaah, selesai salam
segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara
Rasulullah SAW dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka untuk waktu
yang Allah kehendaki. Bila Rasulullah SAW bangkit, bangkit pula para laki-laki
tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 866, 870).
Islam tegas melarang apa saja
yang mendekatkan kepada zina. Untuk itu negara harus melarang semua
faktor yang bisa memicu dan mendorong ke arah sana, seperti konten pornografi
dan pornoaksi. Negara juga diwajibkan untuk membina keimanan dan
ketakwaan masyarakat termasuk mengajarkan hukum-hukum syariah kepada mereka.
Terakhir, Islam menjatuhkan
sanksi hukum yang tegas yang bisa mencegah kejahatan dan memberi efek jera.
Abdurrahman al-Malikiy di dalam Nizhâm al-Uqûbât menuliskan
bahwa pelaku pelecehan atau pencabulan bila tidak sampai memerkosa korbannya
maka akan dikenakan sanksi penjara 3 tahun, ditambah jilid dan pengusiran.
Tetapi bila memerkosa, maka pelakunya dijilid 100 kali jika ghayru mukhshan -belum pernah menikah- (QS an-Nur
[24]: 2); dan dirajam hingga mati jika pelakunya mukhshan (sudah pernah
menikah). Jika disertai kekerasan, maka atas tindakan kekerasan itu juga
dijatuhkan sanksi tersendiri sesuai hukum syara’.
Wahai kaum muslimin!
Sekulerisme demokrasi terbukti
gagal melindungi para wanita. Kemuliaan para wanita hanya bisa terjaga
dengan syariah Islam. Maka sudah saatnya syariah Islam segera kita
terapkan kembali di bawah naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.
Komentar:
Biaya yang harus dikeluarkan
setiap calon anggota legislatif pada Pemilu 2014 diyakini akan lebih membengkak
dibandingkan pada Pemilu 2009. Biaya tersebut bahkan bisa lebih besar
dibandingkan pendapatan resmi yang sah anggota DPR selama lima tahun menjabat
(Kompas, 23/4).
1.
Itu artinya, pengurasan uang rakyat akan makin deras.
Kepentingan rakyat akan makin terabaikan.
2.
Itulah bukti bobroknya sistem demokrasi, sehingga tak layak
untuk terus dipertahankan.
3.
Campakkan demokrasi dan ganti dengan penerapan syariah Islam,
niscaya uang rakyat benar-benar berguna demi kemaslahatan rakyat dan urusan
rakyat akan benar-benar terurus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar