Diskursus
Pemberdayaan Ekonomi Pemuda dalam Menyelesaikan Masalah Bangsa
Jika kita lihat potret kemiskinan
di Indonesia, sungguh sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, negeri yang
dipenuhi dengan kekayaan sumber daya alamnya, yang di dalam perutnya terkandung
berbagai barang tambang berharga seperti tembaga, nikel, emas, batu bara,
minyak bumi,dll tapi pada kenyataannya tak membuat rakyatnya sejahtera, karena
data BPS tahun 2011 menunjukkan total penduduk miskin di Indonesia mencapai
30.018.930 orang. Itupun dengan ukuran garis kemiskinan Rp. 253.016,- per bulan bagi penduduk kota, dan Rp.
213.395,- perbulan bagi penduduk desa. Jika dihitung berdasarkan standar
kemiskinan Bank Dunia US$ 2 tentu akan jauh lebih tinggi lagi, selain itu 30%
penduduknya belum bisa menikmati terangnya cahaya listrik, 1 dari 2 orang
kekurangan air bersih. Jumlah pengangguranpun telah mencapai 40 juta orang (25%
dari angkatan kerja) dan hebatnya angka pengangguran tertinggi ternyata berada
di Provinsi kita tercinta Banten yaitu mencapai 10,74% dari jumlah penduduk.
Dengan melihat sederet
permasalahan diatas tersebut, tentu pemerintah tidak tinggal diam, berbagai
solusi ditawarkan kepada masyarakat. Dan solusi yang saat ini sangat
digencarkan oleh pemerintah adalah pemberdayaan ekonomi pemuda dengan cara
menumbuhkan wirausaha-wirausaha baru terutama dari kalangan pemuda. Seperti
yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara Gerakan
Kewirausahaan Nasional (GKN) 2013, bahwa pemerintah akan terus mendorong tumbuhnya
wirausaha baru melalui program prowirausaha, koperasi, dan Usaha Kecil Menengah
(UKM). Hal ini tentu sangat perlu untuk diapresiasi, tetapi jika melihat fakta
yang ada justru akan membuat kita heran, karena pada kenyataannya ketika disatu
sisi Pemerintah ingin menumbuhkan wirausaha baru, tapi disisi lain
kebijakan-kebijakan yang ada justru membuat UKM semakin tergilas oleh usaha
besar dengan modal raksasa. Sebut saja dengan ditandatanganinya kesepakatan
perdagangan bebas ASEAN dengan Cina (CAFTA) yang membuat UKM dengan segala
keterbatasannya harus bersaing dengan pengusaha bermodal besar dari dalam
negeri dan Cina, selain itu sulitnya mendapatkan bantuan permodalan juga masih
menjadi masalah, ketika pun mendapatkan pinjaman tidak ada pantauan dan pembinaan
langsung dari pemerintah, naiknya tarif dasar listrik secara terus menerus,
penggusuran terhadap pedagang kaki lima, buruknya infrastruktur, dibiarkan
dengan bebas berjamurnya pasar-pasar modern disekitar usaha-usaha kecil, dan
berbagai kebijakan lainnya yang justru membuat sulit untuk memajukan wirausaha.
Jika kita amati maka hal ini
sangat wajar terjadi, karena diakui atau tidak pemerintah kita sedikit demi
sedikit telah mengambil dan mengadopsi paham ekonomi neoliberal yang merupakan
turunan dari ekonomi Kapitalisme, yang sejatinya akan selalu pro terhadap
pemilik modal besar. Lihat saja UU yang selama ini dihasilkan, dari mulai UU
PMA pada tahun 1967 yang menurut Kwik Kian Gie, Doctor ekonomi lulusan
Rotterdam Belanda menyebutkan bahwa sejak bulan November tahun 1967 Indonesia
sesungguhnya sudah menyerahkan dirinya untuk diatur dan dijadikan target
penghisapan oleh korporasi Internasional. Para pemimpin kita sendiri itu
menuntun korporatokrasi mulai beroperasi di Indonesia atas dasar infrastruktur hukum
yang dirancang oleh korporasi-korporasi asing (KoranInternet.com,25/5/2008),
selain UU PMA masih ada UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Ketenagalistrikan,UU
Minerba, dan masih banyak lagi UU yang mempunyai nafas yang sama yaitu
liberalisasi dan eksploitasi SDA Indonesia kepada pemilik modal Asing.Yang
membuat seluruh kekayaan alam yang demikian melimpah di negeri ini bukan malah
membuat kita sejahtera tapi justru menciptakan sederet potret buram kemiskinan.
Inilah bukti bahwa Indonesia sudah benar-benar menganut paham ekonomi
Neoliberal-Kapitalisme. Jadi sesungguhnya sistem ekonomi yang ada inilah yang
justru menyebabkan kemiskinan secara struktural karena akan selalu berpihak
kepada pemilik modal bukan rakyat secara umum. Belum lagi kesalahan dalam menyelesaikan
masalah ekonomi yang memandang bahwa permasalahan utama ekonomi adalah
produksi, sehingga solusi yang senantiasa diperhatikan adalah bagaimana
meningkatkan produksi, tanpa memperhatikan bagaimana distribusi hingga hasil
produksi tersebut bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dan kebutuhan tiap-tiap
individu rakyat bisa terpenuhi.
Solusi Islam Mengatasi
Kemiskinan
Dalam islam memandang masalah ekonomi bukan terkait dengan kelangkaan/scarcity
namun masalah ekonomi timbul karena tidak meratanya kekayaan di tengah
masyarakat.karena itu asa politik ekonomi daulah khilafah sebagai berikut :
· Individu
harus dipandang sebagai orang per orang, yang masing-masing mempunyai kebutuhan
yang harus dipenuhi.
· Terpenuhinya
kebutuhan dasar individu, orang per orang secara menyeluruh.
Pemenuhan
Kebutuhan Pokok Berupa Barang (Pangan, Sandang dan Papan)
· Hukum Islam
telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (primer) warga
negara secara menyeluruh, seperti sandang, pangan dan papan. Caranya dengan mewajibkan
bekerja kepada setiap laki-laki yang mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokoknya sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang
nafkahnya menjadi tanggungannya. Kalau orang tersebut sudah tidak mampu
bekerja, maka Islam mewajibkan kepada anak-anaknya serta ahli warisnya untuk
memenuhi kebutuhan primernya. Bahkan Islam juga mewajibkan kepada tetangganya
yang muslim untuk memenuhi kebutuhan pokok tetangganya. Jika orang-orang yang
wajib menanggung nafkahnya tidak ada atau tidak mampu, baru negaralah melalui baitul
mal yang wajib memenuhinya.
Jaminan
Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Jasa (Keamanan, Kesehatan Dan Pendidikan)
Keamanan, kesehatan dan pendidikan, adalah tiga hal
yang merupakan kebutuhan asasi dan harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya.
Berbeda dengan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan),
dimana Islam melalui negara menjamin pemenuhannya melalui mekanisme yang
bertahap. Maka terhadap pemenuhan kebutuhan pokok berupa jasa yakni keamanan,
pendidikan dan kesehatan dipenuhi negara secara langsung kepada setiap individu
rakyat. Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah pelayanan
umat (riĆ¢ayatu asy syu-uun) dan kemaslahatan hidup terpenting. Dalam
hal ini, khilafahlah yang berkewajiban mewujudkan pemenuhannya terhadap seluruh
rakyat. Islam telah menentukan bahwa yang bertanggung jawab menjamin tiga jenis
kebutuhan dasar tersebut adalah negara. Negaralah yang harus mewujudkannya,
agar dapat dinikmati seluruh rakyat, baik muslim maupun non-muslim, miskin atau
kaya. Sedangkan seluruh biaya yang diperlukan, ditanggung oleh Baitul Maal.
[ Muslimah Corner - Edisi April 2013 ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar