Kamis, 16 Januari 2014

Renungan Maulid: Meneladani Rasulullah saw, Menerapkan Syariah, Menegakkan Khilafah Rasyidah

Al-Islam edisi 688, 8 Rabiul Awwal 1435-10 Januari 2014 
 
Peringatan maulid tanggal 12 Rabiul Awwal biasanya hanya diidentikkan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad saw. Padahal jika didalami perjalanan kehidupan Rasulullah saw dan sahabat, tanggal tersebut merupakan tanggal tiga peristiwa besar terkait kehidupan Nabi saw, risalah dan dakwah beliau. Tanggal tersebut merupakan maulid Nabi saw, sekaligus maulid Daulah Islamiyah pertama dan maulid Khilafah Rasyidah pertama. Ketiganya merupakan satu kesatuan rangkaian perjalanan kehidupan Nabi saw, dakwah dan risalah Beliau.

Maulid Nabi saw

Nabi SAW dilahirkan hari Senin 12 Rabiul Awal tahun Gajah di Makkah (Ibnul Qayyim, Zadul Maad, I/28). Kelahiran beliau itulah yang diperingati. Yang diperingati adalah kelahiran orang yang diberi nama Muhammad yang kelak diangkat oleh Allah SWT menjadi Nabi dan Rasul utusan-Nya. Kepadanya Allah turunkan wahyu dan risalah agar dia sampaikan kepada seluruh umat manusia. Peringatan maulid Nabi saw tidak bisa dilepaskan dari kedudukan beliau sebagai rasul utusan Allah; dan tidak boleh dilepaskan dari risalah yang beliau bawa dan dakwahkan. Peringatan maulid Nabi saw haruslah mengandung perenungan tentang sikap kita terhadap Nabi saw, dakwah beliau dan risalah yang beliau bawa, dan bagaimana kita menerjemahkan semua itu dalam kehidupan.

Dalam konteks ini, satu hal penting tidak boleh dilupakan. Yaitu bahwa beliau bukan hanya memiliki satu kedudukan sebagai Nabi saja. Tetapi, beliau menduduki dua kedudukan sekaligus: pertama, sebagai nabi dan rasul, dan kedua, sebagai penguasa yakni kepala negara. Hal itu bisa dibuktikan dengan nash al-Quran.

Sebagai Nabi dan Rasul, tugas beliau hanyalah menyampaikan risalah. Allah SWT berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (risalah Allah) dengan terang.” (TQS at-Taghabun [64]: 12)

Disamping itu, Nabi saw juga diperintahkan Allah untuk memutuskan perkara di antara manusia. Allah berfirman:
فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS al-Maidah [5]: 48)

Perintah yang sama juga dinyatakan oleh Allah dalam ayat-ayat lainnya. Itu juga merupakan perintah kepada umat Islam untuk memutuskan perkara di tengah manusia, apa saja perkara itu, menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah, yaitu menurut syariah Islam. Sekaligus merupakan perintah untuk menerapkan hukum-hukum syariah secara total dalam seluruh perkara di tengah masyarakat.

Perintah kepada Nabi saw tersebut merupakan perintah kepada umatnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan hanya untuk beliau. Dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Maka hal itu juga menjadi perintah bagi seluruh kaum Muslim untuk memutuskan segala perkara yang terjadi, hanya dengan syariah Islam.


Maulid Daulah Islamiyah Pertama 

Bulan Rabiul Awal adalah bulan Nabi saw berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Beliau mulai berhijrah meninggalkan Gua Tsur malam Senin tanggal 1 Rabi’ul Awal 1 H (16 September 622 M). Nabi saw. sampai di Quba’ hari Senin, 8 Rabiul Awal 1 H (23 September 622 M), lalu berdiam di sana empat hari (Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis). Lalu Nabi saw. memasuki Madinah hari Jumat 12 Rabiul Awal 1 H (27 September 622 M). (Shafiyurrahman Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (terj.), hal. 232-233; Ahmad Ratib Armusy, Qiyadatur Rasul, hal. 40).

Hijrah beliau lakukan setelah beliau dibaiat oleh 75 orang perwakilan kaum Anshar dari suku Aus dan Khazraj dalam peristiwa Baiat Aqabah II. Baiat Aqabah II ini merupakan akad penyerahan kekuasaan dari suku Aus dan Khazraj kepada Nabi saw. Itu merupakan akad pengangkatan Nabi saw sebagai kepala negara dan akad pendirian Daulah Islamiyah. (Al-Marakbi, Al-Khilafah Al-Islamiyah Bayna Nuzhum Al-Hukm Al-Muashirah, hal. 16). Maka secara hukum (de jure) Daulah Islamiyah pertama terbentuk pada saat itu.

Namun kepemimpinan Nabi saw sebagai penguasa dan kepala negara itu secara riil (de facto) baru terwujud ketika beliau tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal 1 H. Maka tanggal itu bisa dinyatakan sebagai maulid Daulah Islamiyah pertama.

Begitu tiba di Madinah, Nabi Faw. langsung melengkapi pilar negara, dengan melebur kaum Muhajirin dengan Anshar dengan jalan mempersaudarakan mereka atas dasar akidah Islamiyah. Berikutnya beliau membangun masjid Nabawi sebagai sentral kehidupan masyarakat sekaligus tempat beliau menjalankan berbagai aktivitas termasuk pemerintahan. Lalu beliau menyusun Piagam Madinah yang oleh para sejarahwan dinilai sebagai konstitusi modern pertama. Hal yang menonjol di dalamnya adalah akidah Islam dijadikan sebagai dasar penyelenggaraan negara, dan syariah Islam sebagai hukum untuk mengatur segala urusan dan interaksi di masyarakat yang majemuk dari sisi etnis, dan agama, yang juga mencakup orang-orang non muslim baik orang musyrik, Nashrani dan Yahudi.

Berikutnya, Beliau mengangkat para pejabat negara, wali, ‘amil, para panglma dan komandan, para qadhi dan aparatur lainnya. Nabi saw mengirimkan berbagai ekspedisi militer dan memimpin langsung sejumlah perang di antaranya. Beliau mengirimkan utusan kepada para raja, pemimpin dan kaisar, disamping juga menerima delegasi dari mereka. Nabi saw. memutuskan perkara dan perselisihan yang diadukan kepada beliau. Beliau menjalankan hukum-hukum perekonomian, membagi zakat, menentukan kharaj, mengatur kepemilikan umum dan sebagainya. Ringkasnya, disamping menyampaikan risalah, Nabi saw. juga memimpin negara dan mengimplementasikan hukum-hukum syariah islam dalam segala aspek kehidupan. Hal itu terus beliau lakukan hingga beliau wafat. Semua itu merupakan teladan yang harus kita teladani dan bagian dari risalah Islam yang harus kita jalankan dan lanjutkan.

Tugas kenabian sudah berakhir dengan wafatnya Nabi SAW. Namun tugas kepemimpinan negara dan menerapkan syariah Islamiyah tidak berakhir, tetapi dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sebagai kepala negara Khilafah sepeninggal Nabi SAW. Sabda Nabi Muhammad SAW:

«كَانَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ. كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ. وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ. وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ
“Dahulu Bani Israil diatur urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, dia digantikan nabi lainnya. Dan sesungguhnya tak ada lagi nabi sesudahku, yang ada adalah para khalifah dan jumlah mereka akan banyak…” (HR Muslim).


Maulid Khilafah Rasyidah

Nabi saw. wafat hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H. (Ibnu Katsir, As-Sirah An-Nabawiyah, IV/507). Nabi saw. wafat pada waktu Dhuha hari Senin itu. Lalu sebagian sahabat menyibukkan diri untuk memilih pengganti Nabi sebagai kepala negara. Pemakaman jenazah Nabi saw pun ditunda dan para sahabat semuanya menyetujui hal itu dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Pada hari Senin itu pula, Abu Bakar ash-Shiddiq dipilih lalu dibaiat dengan baiat in’iqad sebagai khalifah. Esoknya pada hari Selasa, Abu Bakar ash-Shiddiq dibaiat oleh kaum muslimin di masjid dengan baiat tha’at. Setelah sempurna semua itu, Abu Bakar ash-Shiddiq memimpin prosesi pemakaman jenazah Rasul saw yang mulia pada pertengahan malam pada malam Rabu.

Jadi tanggal 12 Rabiul Awal menjadi tanggal wafatnya Nabi saw. Sekaligus menjadi tanggal maulid Khilafah Rasyidah dengan pimpinan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq untuk melanjutkan penerapan Syariah Islam dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia yang sebelumnya dilakukan dan dipimpin oleh Nabi saw. Khilafah Rasyidah itu pada hakikatnya adalah kelanjutan dan untuk melanjutkan daulah islamiyah dan segala aktivitasnya yang dirintis dan didirikan oleh Nabi saw. Eksistensi Khilafah Rasyidah itu dijaga betul oleh para sahabat. Khilafah Rasyidah itu adalah bagian dari sunnah Khulafa`ur Rasyidin yang diperintahkan Nabi agar kita genggam erat. Nabi saw berpesan kepada kita:

« فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ فَتَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ »
“…Maka kalian wajib berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham. …” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah dan Tirmidzi )

Wahai Kaum Muslimin

Ketiga peristiwa itu (maulid Nabi saw, maulid Daulah Islamiyah pertama dan maulid Khilafah Rasyidah) tidak bisa dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dari rangkaian perjalanan kehidupan Nabi saw., risalah dan dakwah beliau. Ketiganya harus dipahami, direnungkan dan diambil pelajaran untuk diterjemahkan dalam sikap dan aktivitas saat ini dalam rangka meneladani Nabi saw.; menjaga, memelihara dan melanjutkan sunnah beliau; menerapkan Islam dan syariahnya yang beliau bawa; dan melanjutkan dakwah beliau dan mengemban risalah beliau, risalah Islam ke seluruh dunia. Hal itu harus diwujudkan dalam bentuk terlibat aktif dalam perjuangan untuk mewujudkan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh dan perjuangan untuk menegakkan Khilafah Rasyidah kedua yang mengikuti manhaj kenabian. Dan itulah sesungguhnya yang diperintahkan Rasul kepada kita umat Islam.

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (TQS an-Nur [24]: 63)

Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar