Minggu, 25 Agustus 2013

Ramadhan: Memurnikan Penghambaan kepada Allah



[Al-Islam edisi 664] Bulan Ramadhan beberapa hari lagi akan datang. Ramadhan adalah bulan agung. Allah SWT menegaskan bahwa pada bulan Ramadhanlah al-Quran yang Mulia diturunkan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185). Di bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yakni Lailatul Qadar (QS al-Qadar [97]: 1). Rasulullah saw. Juga bersabda:
« قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانَ شَهْرٌ مَبَارَكٌ اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَ تُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَ تُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ»
Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (HR an-Nasa’i dan al-Baihaqi).

Di bulan ini pula Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda, puluhan sampai ratusan kali lipat, bahkan hingga jumlah yang Allah kehendaki, untuk setiap amal salih yang dilakukan. Selain itu, amalan Ramadhan juga akan bisa menjadi kafarat (penebus) dosa-dosa, selain dosa besar.
Karena itu, Ramadhan adalah bulan yang agung, penuh kemuliaan dan keberkahan. Kedatangannya tentu harus disambut dengan penuh kegembiraan dan penghormatan yang agung.

Kegembiraan di Tengah Kesempitan Hidup
Sayang, kegembiraan menyambut bulan Ramadhan harus kita jalani di tengah kesempitan hidup yang mendera dan berbagai persoalan terus menghimpit. Kesempitan hidup dan himpitan persoalan terjadi pada hampir semua sisi kehidupan.
Kesempitan hidup dalam aspek ekonomi yang sudah berlangsung lama, baru-baru ini makin meningkat akibat dinaikkannya harga BBM pada 22 Juni lalu. Akibatnya, harga-harga kebutuhan yang sebelumnya sudah membubung pun menjadi bertambah tinggi. Pada beberapa komoditas, yang terjadi bukan sekadar harga naik, namun sudah ganti harga karena kenaikan harga yang tinggi. Ongkos angkutan juga mengalami kenaikan. Akibatnya, hampir semua harga barang dan jasa naik bersama-sama alias inflasi. Kenaikan harga-harga itu makin terasa dengan datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri dan berbarengan pula dengan tahun ajaran baru.
BPS mencatat inflasi Juni sebesar 1,03 persen. Laju inflasi Juni ini rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Andil utama inflasi ini adalah kenaikan harga BBM bersubsidi (Kompas, 2/7). Jika inflasi Juni sudah sedemikian, padahal dampak kenaikan harga BBM baru berpengaruh pada pekan terakhir Juni, maka inflasi Juli bisa dipastikan akan lebih tinggi lagi. Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi akan memuncak pada bulan Juli ini, lantaran dampak pada inflasi Juni ternyata belum penuh. Dan Ekonom Utama Bank Dunia, Ndiame Diop, memperkirakan kenaikan harga BBM bersubsidi dapat meningkatkan laju inflasi pada akhir tahun hingga mencapai 9 persen (Kompas.com, 2/7).
Tingginya angka inflasi itu, mencerminkan makin beratnya beban yang harus dipikul warga negeri ini. Dengan naiknya harga-harga, sementara pendapatan mereka tidak naik bahkan sebagian malah turun, daya beli mereka pun turun. Itu artinya, sebagian kebutuhan mereka kualitas pemenuhannya akan turun atau bahkan tidak bisa dipenuhi. Dan itu sama saja, rakyat negeri ini akan makin tak sejahtera. Tidak sedikit dari mereka akan jatuh ke bawah batas kemiskinan, dan yang sudah miskin akan makin jauh dari sejahtera.
Semua itu adalah dampak yang langsung dirasakan oleh rakyat dari kebijakan kenaikan harga BBM. Sementara manfaatnya tidak dirasakan dan dipahami oleh rakyat, manfaatnya entah siapa yang tahu. Barangkali bukan basa-basi jika presiden SBY seperti dikutip okezone.com (29/6) mengatakan: “ … Biar Tuhan yang tahu manfaat kebijakan ini untuk rakyat. Untuk itu saya juga memberikan kompensasi kepada rakyat.” Nyatanya, dana BLSM tak berdaya mengurangi beban rakyat akibat harga bahan pokok yang terus melangit. Bantuan uang tunai itu hanya mampu membuat rakyat bertahan selama beberapa hari (Republika, 2/7). Apalagi, pelaksanaannya juga rawan penyimpangan. Pemerintah sendiri mengakui masih ada deviasi atau penyimpangan dari realisasi program BLSM. Menkoinfo Tifatul Sembiring (Kompas.com, 27/6) mengatakan, “Ada deviasi 6-7 persen. Deviasi dibandingkan BLT dulu di atas 20 persen. Sekarang 6-7 persen wajarlah”. Padahal dengan anggaran 9,3 triliun, potensi penyimpangan yang dianggap wajar itu sekitar Rp651 miliar. Potensi penyimpangan juga ada dalam program Raskin jika mengacu penyaluran Raskin pada Maret 2013. Survey BPS menyimpulkan, penyaluran Raskin kacau. Sebanyak 9,41 juta rumah tangga miskin hanya menerima 30 persen jatah. Sementara 3,14 juta rumah tangga miskin lainnya yang berhak bahkan tidak menerima jatah sama sekali (Kompas, 2/7).
Itu hanya sebagian dari kesempitan hidup yang mendera warga dan sebagian persoalan negeri ini secara ekonomi. Di sisi lain, hampir semua apsek kehidupan di negeri ini tidak lepas dari himpitan berbagai persoalan. Sekadar contoh, dalam masalah kesehatan, rakyat kebanyakan, terutama rakyat miskin, tetap saja banyak yang kesulitan mendapat pelayanan kesehatan yang layak. Anekdot “rakyat miskin di larang sakit” begitu nyata. Akibat beban hidup yang makin berat, makin bayak orang yang depresi. Tak sedikit pula yang akhirnya memilih bunuh diri. Penduduk negeri ini pun terus menjadi sasaran peredaran narkoba. Diperkirakan, tak kurang dari 4 juta orang menjadi pecandu narkoba. Di sisi lain, meningkatnya angka kriminalitas makin mengancaman. Dan masih seabreg persoalan lainnya menghimpit negeri ini pada semua aspek.

Kembali kepada Ketakwaan
Semua itu tentu harus segera diperbaiki dan diakhiri. Untuk itu kita mesti merenungkan kenapa dan bagaimana memperbaikinya. Al-Quran sesungguhnya telah memberikan jawabannya. Semua itu tidak lain merupakan kesempitan hidup yang sudah diperingatkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (TQS Thaha [20]: 124)

Semua kesempitan hidup dan himpitan persoalan multi dimensi itu tak lain akibat berpaling dari peringatan Allah, yakni berpaling dari syariah dan hukum-hukum Allah. Semua itu merupakan kerusakan akibat ulah tangan manusia yakni akibat bermaksiyat melanggar syariah dan hukum-hukum Allah (lihat QS ar-Rum [30]: 41). Allah timpakan semua itu agar manusia kembali kepada kebenaran dan ketakwaan.
Maka untuk memperbaiki semua persoalan dan mengakhiri berbagai kesempitan hidup itu, jalan satu-satunya adalah kembali kepada petunjuk dari Allah SWT, kembali kepada syariah dan hukum-hukum Allah.
Itulah sesungguhnya hikmah dari puasa Ramadhan yang Allah wajibkan kepada kita semua, yaitu agar kita bertakwa. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah [2]: 183)

Takwa sebagaimana dijelaskan imam an-Nawawi adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan itu tentu bukan ketakwaan pada aspek-aspek tertentu saja, misalnya sebatas aspek ibadah mahdhah, akhlak dan masalah keluarga. Akan tetapi ketakwaan itu mestilah diwujudkan dalam semua aspek kehidupan. Ketakwaan yang harus diwujudkan itu tentu juga bukan sebatas pada tingkat individu, dan keluarga, tetapi juga pada tingkat pengaturan urusan kemasyarakatan dan bernegara.

Memurnikan Penghambaan
Ketakwaan itu tentu saja mengharuskan penerapan syariah dan hukum-hukum Allah dalam segenap aspek dan secara total pada seluruh tingkatan. Dilaksanakan secara formal melalui kekuasaan negara. Itu artinya, semua perkara di masyarakat harus dihukumi dan diputuskan sesuai syariah dan hukum-hukum Allah. Allah memperingatkan, siapa saja yang tidak memutuskan perkara dengan hukum-hukum Allah maka dia termasuk orang yang zalim, fasik atau kafir (QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47).
Untuk itu, sistem demokrasi dengan kedaulatan rakyatnya yang menyerahkan penentuan hukum kepada manusia harus ditinggalkan. Kedaulatan rakyat itu hakikatnya adalah bentuk kesyirikan sistematis seperti yang dilakukan Bani Israel. Allah SWT berfirman:
] اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ …[
Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah … (QS at-Tawbah [9]: 31)

Tatkala Nabi membaca ayat tersebut, Adi Bin Hatim berkata: “ya Rasulullah mereka tidak menyembah para alim dan rahib mereka”. Nabi menjawab:
« بَلَى، إِنَّهُمْ حَرَّمُوْا عَلَيْهِمْ الْحَلاَلَ، وَأَحَلُّوْا لَهُمْ الْحَرَامَ، فَاتَّبِعُوْهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَاهُمْ »
Ya, mereka (orang-orang alim dan para rahib) mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram lalu mereka mengikuti mereka, maka itulah ibadah (penyembahan) mereka kepada orang-orang alim dan para rahib (HR Ahmad dan Tirmidzi)

Karena itu, ketentuan boleh dan tidak boleh, halal dan haram harus dikembalikan kepada syariah. Dengan begitu kita bisa memurnikan tauhid dan peghambaan semata kepada Allah SWT.

Wahai Kaum Muslimin
Ramadhan yang akan datang ini hendaknya kita jadikan momentum dan titik tolak untuk merealiasai ketakwaan secara totalitas. Juga momentum untuk memurnikan tauhid dan penghambaan semata kepada Allah SWT. Semua itu hanya bisa kita wujudkan dengan menerapkan syariah dan hukum-hukum Allah secara total dan menyeluruh di bawah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.[]

Komentar:
Hingga awal Juli 2013 ini, sebanyak 2.905 sengketa dan konflik lahan di seluruh Indonesia masih terbengkalai. Penyelesaian konflik lahan itu dinilai kompleks karena menyangkut banyak pihak. Apalagi, sejumlah aturan soal lahan juga saling tumpang tindih (Kompas, 2/7)
  1. Itulah akibat hukum produk manusia. Hukum dan aturan malah menimbulkan masalah dan tidak mampu menyelesaikan masalah yang muncul.
  2. Itu masih diperparah dengan masalah jutaan hektar lahan yang dikuasai oleh para kapitalis dan orang kaya namun ditelantarkan, sementara jutaan petani tidak punya lahan yang memadai.
  3. Solusinya adalah terapkan hukum-hukum pertanahan dalam syariah Islam, niscaya konflik lahan selesai dengan adil dan seluruh lahan yang ada produktif. Lahan yang ada pun menjadi berkah bagi semua orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar