Sabtu, 21 September 2013

Kudeta Mesir Buah Kegagalan Demokrasi


Muhammad Mursi, doktor lulusan AS dan aktivis Ikhwanul Muslimin (IM) naik ke tampuk kekuasaan dengan memenangi 52% suara dalam pemilu bulan Juni 2012. Jumlah trun-out vote saat itu hanya sekitar 50%. Artinya, secara real Mursi hanya mendapatkan dukungan seperempat dari 50 juta rakyat Mesir yang memiliki hak suara (karena ‘lawan’ Mursi saat itu hanya satu orang, Ahmad Shafiq, mantan perdana mentri era Mubarak). Presiden Muhammad Mursi akhirnya tumbang, jalan demokrasi yang dilalui dan digadang-gadang tak bisa menyelamatkan kekuasaannya. Ia hanya menikmati kekuasaan selama setahun beberapa hari. Dewan militer Mesir di bawah pimpinan Jendral Abdul Fatah al-Sisi mengumumkan pelengseran Mursi. Tidak cukup dilengserkan, Mursi ditahan hingga sekarang. Dewan militer yang juga merupakan lembaga terkuat di Mesir berada pada kendali penuh AS. Keputusan kudeta terhadap pemerintahan Mursi hasil pemilu resmi terpilih secara demokratis pasca penggulingan Husni Mubarak, tak lepas dari sinyal AS. Kudeta itu dilakukan dengan dalih penolakan terhadap presiden Mursi atas “penyalahgunaan lembaga nasional negara dan keagamaan, “ yang menurut pimpinan militer Mesir, Mursi tidak bisa memenuhi tuntutan rakyat. Namun harus ditekankan bahwa pernyataan tersebut adalah atas persetujuan dari Amerika, yang telah melepaskan dukungan untuk Mursi karena dianggap  gagal menciptakan stabilitas yang melayani kepentingan Amerika.
Ribuan masa pendukung Mursi berusaha menentang langkah-langkah militer yang dianggap tidak konstitusional, militer pun membubarkanya bahkan dengan aksi brutal dan ganas, bukan hanya menembaki secara membabi buta bahkan membakar masa yang menentang kudeta terhadap Mursi. Korban berjatuhan tidak bisa dielakkan, lebih dari 100 orang yang tewas dalam rentang waktu satu jam dan terus-menerus bertambah. Dalam Kondisi Seperti Itu, Kementerian Dalam Negri Mesir mengatakan bahwa pasukan keamanan tidak menggunakan tembakan dan hanya menyerang unsur-unsur teroris yang ada di dalam para pengujuk rasa. Serangan pembubaran demonstrasi secara paksa itu merupakan perintah dari presiden sementara Adly Mansour. Ia beralasan kebijakan tersebut diambil  dalam rangka pemulihan stabilitas keamanan negara.
Kekacauan yang terjadi semakin rumit dengan adanya tindakan dan berbagai skenario yang muncul pasca kudeta, baik dukungan atas kudeta atau sebaliknya kecaman atas kudeta , Situasi seperti ini pun terjadi pada peristiwa Arab Spring, yang merupakan fenomena mengubah keadaan di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika dengan bertransformasi dari sistem kekuasaan diktator menjadi sistem kekuasaan rakyat. Dengan kehancuran kekuasaan diktator di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Ini merupakan bukti massifnya tuntutan perubahan terhadap rezim diktator. Hal tersebut menimbulkan suka cita yang luar biasa bagi rakyat di masing-masing negara yang mengalami fenomena ini. Karena melalui revolusi ini masyarakat merasakan perjuangan mereka bersama masyarakat lain dalam memperjuangkan hak-hak mereka yang dibatasi serta kejenuhan jeratan demokrasi akan tidak adanya perkembangan dalam bidang kehidupan yang tidak mensejahterakan ke arah yang lebih baik seperti dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan politik sehingga mereka menginginkan perubahan baru, dan bebas dari beban kekerasan psikis dan fisik dari kekuasaan diktator anak emas AS yang saat ini pun sedang terjadi di negara Mesir.
Sejauh ini, realitas sesungguhnya bahwa ada kelompok yang berbahaya dari kaum sekularis, liberal dan koptik yang tidak ingin Ikhwanul Muslimin memimpin panggung politik di Mesir. Mereka tidak hanya membenci Ikhwanul Muslimin, mereka juga menolak Islam politik dan proyek Islam, apapun proyeknya terutama proyek Khilafah yang sama sekali tidak dibicarakan oleh Ikhwanul Muslimin. Namun, kaum sekularis selalu menuduh Ikhwanul Muslimin, bahwa khilafah adalah tujuan utama mereka. Dalam hal ini, sia-sia Partai Demokratik Nasional (PDN) yang telah bergabung dengan masa yang kontra terhadap Mursi, dan mereka yang paling utama berperan dalam penggulingan Mursi dan melakukan gerakan jalanan yang menyerukan perlawanan terhadap Mursi. Aljazeera juga mengungkap peranan Amerika dalam pendanaan politisi  dan aktifis untuk menggulingkan Mursi. Keberadaan puluhan dokumen pemerintahan AS mengkonfirmasikan bahwa Washington telah mendanai politisi oposisi yang menyerukan penggulingan Presiden Mursi melalui Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Bantuan ini dilakukan dalam rangka promosi demokrasi di Timur Tengah. Amerika Serikat sendiri tidak pernah menyatakan pelengseran Mursi ini sebagai kudeta militer. Negara itu justru menegaskan bahwa akan menjalin hubungan dengan pemerintahan baru pasca Mursi yang dibentuk militer. Juru bicara Gedung Putih  Jay Cerney, menyatakan tujuan Amerika di Mesir  adalah membantu rakyat Mesir dalam masa transisi menuju demokrasi dan tetap dalam kranngka kepentingan Nasional  Amerika .
Menang Secara Demokratis Bukanlah Jaminan
Meskipun Mursi memenangi pemilihan presiden, ternyata ia tidak bisa bergerak leluasa. Perinsip demokrasi “the winner takes all” (pemenang mendapatkan semuanya) tak berlaku. Ia harus berkompromi dengan banyak pihak, termasuk dengan Amerika dan Israel. Mesir bukanlah yang pertama. Sebelumnya, ada FIS di Aljazair. Kemenangannya juga diberangus militer dengan dukungan negara Barat. Pasalnya FIS dicurigai akan menerapkan syariah Islam. HAMAS pun mengalami nasib yang hampir sama; mengalami tekanan politik yang kuat dari Barat yang tetap dalam kontrol Amerika Serikat.
Terbukti Demokrasi Telah Melakukan Pengkhianatan
            Semua ini seharusnya cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mempercayai jalan demokrasi. Siapapun seharusnya menyadari, Barat akan melakukan apapun dan kepada siapapun termasuk kepada kelompok Islam yang menang secara demokratis, telah tunduk pada nilai-nilai demokrasi, atau telah bekerjasama dengan Barat, sesaat kepentingan nasional mereka terancam. Sebaliknya, Barat akan terus mendukung rezim-rezim represif, seperti mendukung rezim Husni Mubarak yang korup dan bengis. Selama puluhan tahun jika rezim tersebut bisa menjaga kepentingan mereka. Praktik Barat tersebut terus berlanjut hingga saat ini.
Masihkah Demokrasi yang Terbukti Gagal Tetap Dipertahankan?
            Pelajaran dari Mesir juga menunjukan, meraih suara terbanyak bukan berarti membuat pemenang bisa melakukan apapun. Selama ini logika pihak yang mempercayai jalan demokrasi, yang mengatakan, kalau kita sudah meraih suara terbanyak di parlemen, kita akan bisa melakukan apapun termasuk untuk menerapkan syariah Islam secara total. Kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Ada dua faktor yang sangat menentukan. Pertama : kesadaran masyarakat untuk mendukung penerapan Islam. Kedua : dukungan ahlun nushrah (pemilik kekuasaan yang ril).
            Meskipun parpol Islam meraih suara mayoritas, jika rakyat tidak memiliki kesadaran politik untuk mendukung syariah Islam, rakyat akan mudah diprovokasi dengan berbagai isu untuk menentang penerapan syariah Islam. Dukungan pemegang kekuasaan ril, seperti militer di Mesir, juga sangat menentukan.
            Kita juga perlu menegaskan bahwa yang terjadi di Mesir bukanlah kegagalan Islam politik seperti yang dituduhkan oleh Basyar Assad, penguasa bengis Suriah, bukan pula kegagalan penerapan syariah Islam. Pasalnya Mursi bukanlah penguasa yang menerapkan syariah Islam secara total. Mesir saat Mursi berkuasa tetaplah menjalankan sistem sekular, bukan menerapkan sistem Islam. Mesir yang dipimpin Mursi bukan merupakan Daulah Islam. Mursi juga tidak benar-benar memiliki kekuasaan untuk mengatur Mesir. Mursi harus berhadapan dengan dominasi militer yang kokoh.
            Di Mesir, yang gagal sesungguhnya adalah “Islam moderat”, buatan demokrasi. Mereka yang berhaluan moderat ini berkompromi dengan nilai-nilai sekular dan bekerjasama dengan negara imperialis Barat seperti Amerika untuk merusak citra Islam di tengah-tengah masyarakat.
            Amerika melihat masyarakat Muslim begitu antusias dengan Islam sebagai agama mereka. Rakyat juga merindukan pemerintahan yang menerapkan Islam. Karena itu, kalangan Islam moderat didorong untuk tampil dipermukaan. Kemudian, mereka berhasil meraih kekuasaan. Namun faktanya, mereka gagal mengelola urusan negara. Banyak kalangan lalu menilai, Islam politik telah gagal. Padahal Islam tidak benar-benar diterapkan. Di Mesir, Mursi sebagai representasi “Islam moderat” sesungguhnya tidak memiliki kewenangan riil di dalam negeri. Ia pun gagal mengurus negara. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh pihak sekular untuk memprovokasi rakyat. Sebenarnya kegagalan itu bukan menimpa Islam politik, tapi sedang menimpa demokrasi yang cacat sedari awalnya. Sehingga dimanapun diterapkannya baik itu di negara Islam atau bukan pada kenyataannya demokrasi tetap tidak bisa diterapkan secara sempurna.
            Demi sebuah perubahan yang hakiki, maka hendaknya kaum Muslimin mengetahui bahwa hanya satu metode, tidak ada yang lain, untuk menegakkan pemerintahan Islam. Itulah metode yang pernah ditempuh oleh Rasulallah saw. Beliau menolak untuk mengambil pemerintahan Islam yang tidak lengkap, atau berpartisipasi dalam sistem rusak yang menyalahi Islam. Beliau tetap bersabar sampai nusrah (pertolongan) itu datang sempurna seraya tetap berjuang mengubah masyarakat. Beliau sungguh-sungguh menciptakan opini umum di tengah-tengah umat yang terpancar dari kesadaran umum tentang kewajiban menerapkan syariah Allah secara menyeluruh di dalam Negara Islam.
            Dengan pembentukan opini umum tentang syariah dan Khilafah, ahlun nushrah yang mukhlis di tubuh militer akan berpihak pada Khilafah dan syariah. Di sinilah letak pentingnya seluruh umat Muslim untuk mendukung dan berdakwah membangun kesadaran politik umat untuk menegakkan syariah dan Khilafah, juga dakwah kepada ahlun nusrah untuk mendukung perubahan politik yang sejalan dengan arah Islam. Itulah dukungan tulus yang didasarkan pada loyalitas hanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasulullah tidak pernah berkompromi apalagi bekerjasama menjalankan sistem kehidupan yang rusak dan sesat buatan manusia (demokrasi) yang sudah jelas itu sistem jahiliyah.
Persoalan Utama
Untuk mengetahui arah perubahan yang benar, kita harus memahami persoalan utama kita. Allah SWT mewajibkan kita mengamalkan seluruh hukum Islam dan menerapkannya di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.  Simaklah firman Allah SWT: “Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah.  Apa yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah” (QS al-Hasyr [59]:7).
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS  al-Maidah [5]:49-50).
Kata ‘mâ’  dalam kedua ayat tersebut dan ayat senada lainnya berbentuk umum.  Artinya, kewajiban melaksanakan hukum syariah Islam itu berlaku untuk semua bidang.  Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa hukum syariah Islam tidaklah diterapkan secara kaffah. Masyarakat di negeri-negeri Islam tetap dikuasai oleh pemikiran, perasaan dan peraturan yang tidak islami serta memunculkan banyak sekali kontradiksi. Pada saat mereka meyakini bahwa Mukmin itu bersaudara, mereka justru berpegang teguh pada nasionalisme, fanatisme mazhab dan golongan yang mengakibatkan perpecahan umat.  Ketika mereka melihat bahwa negara-negara kafir penjajah adalah musuh, justru mereka menjadikan negara-negara tersebut sebagai sahabat dan tempat meminta pertolongan serta mencari solusi atas berbagai persoalan di negeri-negeri Muslim.  Mereka mengikrarkan beriman dengan Islam, tetapi justru mereka menyerukan paham-paham seperti demokrasi, kapitalisme atau sosialisme yang tidak bersumber dari Islam.  Mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan rasul terakhir, tetapi mereka diam saja ketika Rasulullah Muhammad saw. dihina dan dilecehkan. Kaum Muslim di berbagai belahan dunia hidup dalam masyarakat yang tidak Islami. Negeri-negeri Muslim tidak menerapkan syariah Islam. Keamanannya pun bukan di tangan umat Islam. Berdasarkan hal ini, mengembalikan hukum syariah Islam untuk diterapkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara merupakan persoalan utama kaum Muslim saat ini.
Singkatnya, persoalan utama (qadhiyah mashîriyah) kaum Muslim di dunia saat ini adalah mengembalikan hukum Allah SWT melalui jalan menegakkan Khilafah dan mengangkat khalifah atas dasar al-Quran dan as-Sunnah. Untuk apa? Untuk meruntuhkan sistem kufur dan menggantinya dengan hukum Islam; mengubah negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islam, yakni negeri yang menerapkan syariah Islam dan keamanannya berada di tangan kaum Muslim; menngubah masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami; serta mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Oleh sebab itu, arah perubahan yang kita tuju adalah melanjutkan kehidupan Islam (isti’nâfu hayâh al-islâmiyyah).  Melanjutkan kehidupan Islam maknanya adalah mengembalikan kaum Muslim untuk mengamalkan seluruh ajaran Islam: akidah, ibadah, akhlak, muamalah islami; sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik luar negeri Islami. Melanjutkan kehidupan Islam juga berarti mengubah negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islâm serta mengubah masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami.  Misi ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan tegaknya Khilafah dan mengangkat seorang khalifah bagi seluruh kaum Muslim yang dibaiat atas dasar ketaatan pada Al-Quran dan As-Sunnah.
Empat Prinsip Perubahan
Oleh karena itu, perubahan yang kita tuju harus mencakup empat perubahan besar dan mendasar.  Pertama: perubahan prinsip kedaulatan di tangan rakyat menjadi kedaulatan di tangan syariah (as-siyâdah li asy-syar’i).  Artinya, yang berhak menetapkan hukum benar-salah, halal dan haram, terpuji-tercela, dan dosa-pahala adalah syariah  Tegasnya, ubah seluruh sistem hukum Jahiliah menjadi hukum syariah karena yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT (Lihat: QS Yusuf [12]:40). Kedua: perubahan kekuasaan di tangan pemilik modal menjadi kekuasaan di tangan umat (as-sulthân li al-ummah).  Artinya, pemimpin hanyalah orang yang dipilih oleh umat untuk menerapkan syariah. Ketiga: menyatukan kaum Muslim dengan mengangkat hanya satu orang khalifah untuk seluruh dunia.  Dengan demikian umat Islam benar-benar menjadi umat yang satu (ummah wâhidah). Keempat: menjadikan hak adopsi (tabanni) hukum berada di tangan Khalifah. Dalam perkara-perkara individual, hukum diserahkan pada hasil ijtihad para mujtahid.  Perbedaan pendapat dijamin. Adapun dalam masalah sistem (sosial, politik, ekonomi) Khalifah mengambil salah satu pendapat terkuat di antara pendapat para mujtahid  yang telah digali dari sumber-sumber hukum Islam.  Hukum Islam yang diadopsi oleh Khalifah inilah yang berlaku di tengah masyarakat. Inilah empat arah perubahan hakiki yang kita tuju, yang juga adalah empat pilar Khilafah.  Oleh karena itu, arah perubahan yang kita inginkan sejatinya adalah penegakkan kembali Khilafah. Ingatlah, tegaknya kembali Khilafah merupakan janji Allah yang akan menjadi kenyataan.  Rasulullah saw. bersabda: Pada akhir umatku akan ada khalifah yang menebarkan harta melimpah, yang tidak terhitung jumlahnya (HR Muslim).
Aktivitas melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana dijelaskan di atas tidaklah mungkin dilakukan secara individual (‘amal fardi), tetapi harus secara bersama-sama (‘amal jamâ’i) dalam sebuah kutlah (kelompok) politik karena arah perubahan yang kita tuju  adalah perubahan politis.  Melalui ‘amal jamâ’i, kita memperkokoh soliditas perjuangan umat; bertarung melawan kekufuran,  sistem dan pemikirannya.  Melalui ‘amal jamâ’i juga kita harus mengubah pemikiran bukan Islam yang ada di tengah umat menjadi pemikiran Islam. Dengan begitu pemikiran Islam menjadi opini umum di tengah masyarakat dengan pemahaman mendalam yang mendorong mereka untuk menerapkannya.  Melalui ‘amal jamâ’i, kita juga harus mengubah perasaan yang tidak islami di tengah umat menjadi perasaan islami hingga masyarakat ridha atas apa yang diridhai Allah dan benci terhadap apapun yang dibenci oleh Allah.  Tanpa mengenal lelah, kita harus mengubah semua bentuk interaksi di tengah masyarakat menjadi interaksi yang sesuai dengan syariah Islam. Pendek kata, kita  harus terus menanamkan Islam ke dalam tubuh umat dan terus bergerak menuntut perubahan di tengah masyarakat hingga Khilafah tegak.  Bina umat, berjuang bersama umat dan tegakkan Khilafah!  Itulah jalan yang harus ditempuh.
Boleh saja ada orang yang mengatakan bahwa jalan demikian ini sulit dan lama.  Boleh saja ada yang berpendapat seperti itu. Namun, ingatlah bahwa inilah jalan satu-satunya yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw. sebagai jalan yang akan membawa pada kemenangan Islam. Tidak ada jalan lain.   Memang, jalan ini jalan yang panjang dan berliku, penuh onak dan duri. Namun, kita sudah berada di ujung jalan keberhasilan. Insya Allah, berdasarkan fakta-fakta yang ada di berbagai negeri Muslim, tegaknya Khilafah kiranya tinggal menunggu waktu saja!  Oleh karena itu, camkanlah: “Layar telah terkembang.  Pantang biduk pulang ke pantai.  Pergilah dan teruslah kalian berjuang!  Jangan kembali pulang, hingga kemenangan itu datang!” Wallah a’lam bi ash-shawab.

Disampaikan oleh Sa’adah Mahasiswa Stie Bina Bangsa Banten pada forum Nada Kampus tanggal 21 September 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar