Kamis, 26 Desember 2013

Refleksi Akhir Tahun 2013 RAPOT MERAH REZIM SEKULER

[Al-Islam edisi 686, 23 Shafar 1435 H – 27 Desember 2013 M]

Indonesia, negeri kaya tapi tak henti dirundung nestapa. Nasib serupa dialami kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, dinamika politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam selama 2013 menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan jauh dari harapan.

Politik: Demokrasi dan Gurita Korupsi

Tahun 2013, tahun penting menjelang suksesi kepemimpinan. Parpol pun berancang-ancang berebut kekuasaan. Puluhan parpol mendaftar, namun hanya 12 parpol yang berhak berebut suara di pemilu. Hampir semuanya partai lama. Kalau pun baru, orangnya stok lama.

Di saat yang sama, tabir busuk parpol mulai terkuak. Syahwat mengumpulkan uang dengan segala cara untuk membiayai proses politik demokrasi tak bisa ditahan lagi. Jadilah parpol menjadi sarang para koruptor. Wakil-wakil rakyat satu per satu dicokok oleh KPK.

Korupsi juga dilakukan oleh birokrat di berbagai sektor. Dilakukan oleh pejabat berbagai kementerian, jenderal polisi, kepala SKK Migas, badan yang mengurusi pengelolaan usaha hulu migas, bahkan ketua MK.

Korupsi juga menyebar ke seantero negeri, dilakukan oleh para kepala daerah. Kemendagri mencatat, 309 kepala daerah terjerat kasus korupsi sejak pilkada langsung pada 2005, baik berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana. Dirjen Otda Djohermansyah Djohan menilai faktor utama semua itu adalah tingginya biaya politik selama pilkada.

Itulah mengapa, muncul politik dinasti. Begitu ada yang berkuasa, kekuasaan terus dipertahankan pada dinastinya. Pakar menyebutnya ‘cacat bawaan demokrasi’.

Sebab mendasarnya adalah bobrok dan rusaknya sistem politik demokrasi. Cukuplah jadi bukti, banyaknya pejabat politik, politisi dan kepala daerah yang merupakan produk langsung demokrasi, ramai-ramai terjerat korupsi. Bahkan begitu rusaknya sistem ini, siapapun yang masuk ke dalamnya, yang semula baik, akhirnya terseret juga dan yang berusaha bertahan untuk tetap baik harus terus makan hati, jika tidak terpental.

Ekonomi: Jago Utang, Dikuasai Asing

Hingga November 2013, utang pemerintah mencapai Rp 2.354,54 triliun, naik Rp 376,83 triliun (Rp 34,26 triliun perbulan) dari utang di akhir 2012 sebesar Rp 1.977,71 triliun.

Utang menjadi andalan Indonesia karena kekayaan alam telah digadaikan kepada asing. Rektor UGM Prof Pratikno mengatakan, hingga September aset negara sekitar 70-80 persen telah dikuasi oleh asing. Asing telah menguasai 50 % aset perbankan, 70-75% sektor migas dan batubara, 70% sektor telekomunikasi, bahkan 80-85% hasil pertambangan emas dan tembaga.

Dalam situasi seperti itu, pemerintah tak berkutik, titah asing tak bisa ditolak. Dengan berbagai dalih dan alasan, mulai Sabtu (22/6/2013) harga BBM bersubsidi dinaikkan pemerintah. Premium menjadi Rp 6.500 perliter dan solar Rp 5.500 perliter.

Itu terjadi di tengah dampak krisis ekonomi yang belum pulih, membuat rakyat makin susah, dan ekonomi negeri ini melambat. Kemiskinan pun terus tak terpecahkan. BPS mencatat, per Maret 2013 masih ada 28,7 juta orang miskin atau 11,37%. Tapi, jumlah penerima raskin 2013 sebelum kenaikan BBM ada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS), atau 62 juta orang (asumsikan satu keluarga 4 orang). Jumlah RTS penerima BLSM malah lebih besar lagi.

Fakta lapangan menunjukkan kemiskinan cenderung makin kronis. Ini pula yang dirasakan Gubernur DKI Joko Widodo. Saat sidang paripurna DPRD DKI Jakarta April 2013, Jokowi memaparkan penduduk miskin pada September 2012 berjumlah 366.770 orang (3,70 %), lebih tinggi dari angka pada September 2011 berjumlah 355.200 orang (3,64 %).

Angka pengangguran ikut menegaskan. BPS mencatat, pengangguran terbuka ada 7,39 juta orang per Agustus 2013 (6,25 % ), meningkat 6,14 % dari periode yang sama 2012 berjumlah 7,24 juta orang.
Belanja APBN-P 2013 sebesar Rp 1.726,19 triliun dinaikkan Rp 116,2 triliun menjadi Rp 1.842,4 triliun di APBN 2014. Ironisnya, pengeluaran APBN lebih banyak untuk kepentingan birokrasi termasuk untuk fasilitas dan perjalanan dinas, dan untuk bayar utang dan bunganya. Sebaliknya, pengeluaran langsung kepada rakyat—diantaranya subsidi— terus dikurangi.

Di sisi penerimaan dinaikkan dari Rp 1.502 triliun (APBN-P 2013) menjadi Rp. 1.667,1 triliun di APBN 2014. Penerimaan dari pajak dinaikkan dari Rp. 1.148,36 triliun (76,5%) menjadi Rp 1.280,4 triliun (76,8%). Artinya, beban pungutan pajak atas rakyat makin bertambah. Lagi-lagi pemerintah lebih suka menambah beban pungutan terhadap rakyat, sementara kekayaan alam milik rakyat justru diserahkan kepada swasta terutama asing.

Sosial Budaya: Kian Rusak dan Liberal

Tahun 2013 banyak terjadi konflik horisontal. Demokrasi yang diangankan melahirkan tatanan masyarakat yang lebih baik ternyata sebaliknya. Masyarakat kian liberal dan terputus jalinan persaudaraannya.

Konflik antar anggota masyarakat terjadi hampir harian. Banyak masalah berujung pada kekerasan dan anarkisme. Bentrok antarkampung, antarsuku, antarpreman, antarsekolah, antarormas, antarpendukung calon kepala daerah, bahkan antargeng kerap terjadi. Dan negara tampak tak berdaya.

Budaya kekerasan ini berimbas kepada lahirnya manusia-manusia sadis. Kriminalitas tumbuh sangat mengkhawatirkan. Pembunuhan makin beragam modus operandinya.

Sementara kalangan remaja tergerus moralnya. Seks bebas menggejala. Video mesum tak hanya dibuat kalangan dewasa, tapi remaja hingga siswa SMP. Bahkan ada pelajar SMP di Surabaya yang memucikari kawan-kawannya sendiri.

Di sisi lain, pendidikan gagal melahirkan generasi terbaik. Banyak koruptor justru pernah mengenyam pendidikan tinggi. Bahkan diantaranya ada yang bergelar profesor dan doktor. Terbukti, pendidikan yang berjalan, kering dari nilai-nilai moral dan etika, apalagi agama. Yang terlahir justru generasi yang permisif, hedonis, materialis, dan individualis.

Internasional: Umat Islam Teraniaya

Situasi dunia Islam belum berubah. Bahkan di beberapa tempat makin buruk. Umat Islam menjadi keganasan berbagai rezim. Di Suriah, lebih dari 125 ribu Muslim dibantai oleh rezim Bashar Assad. Anehnya, dunia membiarkan pembunuhan massal tersebut.

Di Palestina, umat Islam masih menjadi bulan-bulanan tentara Israel. Rumah mereka dihancurkan dan diganti permukiman Yahudi. Bahkan bagian bawah Masjid Al-Aqsha dibuat terowongan untuk membangun tempat peribadatan kaum terlaknat itu. Umat Islam di Gaza diblokade dari segala penjuru. Terowongan yang menghubungkan Gaza-Mesir dihancurkan. Sementara itu, di Afghanistan umat Islam terus dijajah oleh Amerika Serikat dan penguasanya sendiri.

Di belahan dunia lainnya, kaum minoritas Muslim terus jadi bulan-bulanan. Muslim di Xinjiang (Cina), Rohingya (Myanmar), dan Pattani (Thailand) berjuang untuk membebaskan diri dari kekejaman rezim penguasa. Sementara di Barat, minoritas Muslim sering mendapatkan perlakukan diskriminatif. Mereka semua tak bisa berbuat banyak, kecuali bertahan dan membela diri dengan kemampuan yang ada

Menarik Ibrah
Pertama, Setiap penerapan sistem sekuler, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta, pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Sebab Allah SWT mengingatkan:

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾
Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS al-A’raf [7]: 96)

Maka semua itu semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi kufur, terutama kapitalisme dan kembali kepada jalan yang benar, yang diridhai oleh Allah SWT.

Kedua, dalam kenyataannya Barat tak pernah membiarkan rakyat di negeri-negeri muslim membawa negaranya ke arah Islam. Mereka selalu berusaha agar sistem yang diterapkan tetaplah sistem sekuler meski dibolehkan dengan selubung Islam, dan penguasanya tetaplah mau berkompromi dengan kepentingan Barat. Itulah yang terjadi saat ini di negeri ini, sebagaimana tampak dari proses legislasi di parlemen dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, khususnya di bidang ekonomi dan politik yang lebih menguntungkan kepentingan Barat. Cengkeraman Barat juga tampak di negeri-negeri muslim yang tengah bergolak seperti di Suriah, begitu juga di Mesir dan negeri- negeri lain di kawasan Timur Tengah. Kenyataan ini juga semestinya memberikan peringatan umat Islam untuk tidak mudah terkooptasi oleh kepentingan penjajah. Juga peringatan kepada penguasa dimanapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah demi tegaknya kebenaran Islam, bukan demi memperturutkan nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada negara penjajah.

Ketiga, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya sistem yang berasal dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Islam. Dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia Dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.

Keempat, Karena itu seluruh komponen umat Islam harus bekerja sama dan berusaha sungguh-sungguh penuh keikhlasan dan kesabaran untuk menghentikan sekularisme dan menegakkan syariah dan khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik. Syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian sehingga kezaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Rabu, 25 Desember 2013

Dewa Matahari di Perayaan Tahun Baru & Pandangan Islam

Oleh: Ustadz Felix Siauw

Setiap akhir tahun biasanya semua manusia di dunia ini tidak terkecuali kaum Muslim mengalami wabah penyakit yang luar biasa, pengidap penyakit ini biasanya menjadi suka menghamburkan harta untuk berhura-hura, euforia yang berlebihan, pesta pora dengan makanan yang mewah, minum-minum semalam penuh, lalu mendadak ngitung (3.., 2.., 1.. Dar Der Dor!).

Wabah itu bukan flu burung, bukan juga kelaparan, tapi wabah penyakit akhir tahun yang kita biasa sebut dengan tradisi perayaan tahun baruan. Kaum muda pun tak ketinggalan merayakan tradisi ini. Kalo yang udah punya gandengan merayakan dengan jalan-jalan konvoi keliling kota, pesta di restoran, kafe, warung (emang ada ya?)

Kalo yang jomblo yaa.. tiup terompet, baik terompet milik sendiri ataupun minjem (bagi yang nggak punya duit). Kalo yang kismin, ya minimal jalan-jalan naik truk bak sapi lah, sambil teriak-teriak nggak jelas.

Dan bagi kaum adam yang normal menurut pandangan jaman ini, kesemua perayaan itu tidaklah lengkap tanpa kehadiran kaum hawa. Karena seperti kata iklan “nggak ada cewe, nggak rame”

Bahkan di kota-kota besar, tak jarang setelah menunggu semalaman pergantian tahun itu mereka mengakhirinya dengan perbuatan-perbuatan terlarang di hotel atau motel terdekat.

Yah itulah sedikit cuplikan fakta yang sering kita lihat, dengar, dan rasakan menjelang malam-malam pergantian tahun. Ini dialami oleh kaum muslimin, khususnya para anak muda yang memang banyak sekali warna dan gejolaknya. Nah, sebagai pemuda-pemudi muslim yang cerdas, agar kita nggak salah langkah di tahun baruan ini, maka kita harus menyimak gimana seharusnya kita menyikapi momen yang satu ini.

Asal muasal tahun baruan

Awal muasal tahun baru 1 Januari jelas dari praktik penyembahan kepada dewa matahari kaum Romawi. Kita ketahui semua perayaan Romawi pada dasarnya adalah penyembahan kepada dewa matahari yang disesuaikan dengan gerakan matahari.

Sebagaimana yang kita ketahui, Romawi yang terletak di bagian bumi sebelah utara mengalami 4 musim dikarenakan pergerakan matahari. Dalam perhitungan sains masa kini yang juga dipahami Romawi kuno, musim dingin adalah pertanda ’mati’ nya matahari karena saat itu matahari bersembunyi di wilayah bagian selatan khatulistiwa.

Sepanjang bulan Desember, matahari terus turun ke wilayah bahagian selatan khatulistiwa sehingga memberikan musim dingin pada wilayah Romawi, dan titik tterjauh matahari adalah pada tanggal 21-22 Desember setiap tahunnya. Lalu mulai naik kembali ketika tanggal 25 Desember. Matahari terus naik sampai benar-benar terasa sekitar 6  hari kemudian.

Karena itulah Romawi merayakan rangkaian acara ’Kembalinya Matahari’ menyinari bumi sebagai perayaan terbesar. Dimulai dari perayaan Saturnalia (menyambut kembali dewa panen) pada tanggal 23 Desember. Lalu perayaan kembalinya Dewa Matahari (Sol Invictus) pada tanggal 25 Desember sampai tanggal 1-5  Januari yaitu Perayaan Tahun Baru (Matahari Baru)
seasons
Orang-orang Romawi merayakan Tahun Baru ini biasa dengan berjudi, mabuk-mabukan, bermain perempuan dan segala tindakan keji penuh nafsu kebinatangan diumbar disana. Persis seperti yang terjadi pada saat ini.

Ketika Romawi menggunakan Kristen sebagai agama negara, maka terjadi akulturasi agama Kristen dengan agama pagan Romawi. Maka diadopsilah tanggal 25 Desember sebagai hari Natal, 1 Januari sebagai Tahun Baru dan Bahkan perayaan Paskah (Easter Day), dan banyak perayaan dan simbol serta ritual lain yang diadopsi.

Bahkan untuk membenarkan 1 Januari sebagai perayaan besar, Romawi menyatakan bahwa Yesus yang lahir pada tanggal 25 Desember menurut mereka disunat 6 hari setelahnya yaitu pada tanggal 1 Januari, maka perayaannya dikenal dengan nama ’Hari Raya Penyunatan Yesus’ (The Circumcision Feast of Jesus)

Pandangan Islam terhadap Perayaan Tahun Baru

’Ala kulli hal, yang ingin kita sampaikan disini adalah bahwa ’Perayaan Tahun Baru’ dan derivatnya bukanlah berasal dari Islam. Bahkan berasal dari praktek pagan Romawi yang dilanjutkan menjadi perayaan dalam Kristen. Dan mengikuti serta merayakan Tahun baru adalah suatu keharaman di dalam Islam.

Dari segi budaya dan gaya hidup, perayaan tahun baruan pada hakikatnya adalah senjata kaum kafir imperialis dalam menyerang kaum muslim untuk menyebarkan ideologi setan yang senantiasa mereka emban yaitu sekularisme dan pemikiran-pemikiran turunannya seperti pluralisme, hedonisme-permisivisme dan konsumerisme untuk merusak kaum muslim, sekaligus menjadi alat untuk mengeruk keuntungan besar bagi kaum kapitalis.

Serangan-serangan pemikiran yang dilakukan barat ini dimaksudkan sedikitnya pada 3 hal yaitu (1) menjauhkan kaum muslim dari pemikiran, perasaan dan budaya serta gaya hidup yang Islami, (2) mengalihkan perhatian kaum muslim atas penderitaan dan kedzaliman yang terjadi pada diri mereka, dan (3) menjadikan barat sebagai kiblat budaya kaum muslimin khususnya para pemuda.

Ketiga hal tersebut jelas terlihat pada perayaan tahun baru yang dirayakan dan dibuat lebih megah dan lebih besar daripada hari raya kaum muslimin sendiri. Tradisi barat merayakan tahun baru dengan berpesta pora, berhura-hura diimpor dan diikuti oleh restoran, kafe, stasiun televisi dan pemerintah untuk mangajarkan kaum muslimin perilaku hedonisme-permisivisme dan konsumerisme.
Kaum muslim dibuat bersenang-senang agar mereka lupa terhadap penderitaan dan penyiksaan yang terjadi atas saudara-saudara mereka sesama muslim. Dan lewat tahun baruan ini pula disiarkan dan dipropagandakan secara intensif budaya barat yang harus diikuti seperti pesta kembang api, pesta minum minuman keras serta film-film barat bernuansa persuasif di televisi.

Semua hal tersebut dilakukan dengan bungkus yang cantik sehingga kaum muslimin kebanyakan pun tertipu dan tanpa sadar mengikuti budaya barat yang jauh dari ajaran Islam. Anggapan bahwa tahun baru adalah “hari raya baru” milik kaum muslim pun telah wajar dan membebek budaya barat pun dianggap lumrah.

”Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula”. Sebagian sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasrani-kah?” Beliau menjawab: ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Bukhari dan Muslim)

Walhasil, kaum secara i’tiqadi dan secara logika seorang muslim tidak layak larut dan sibuk dalam perayaan haram tahun baruan yang menjadi sarana mengarahkan budaya kaum muslim untuk mengekor kepada barat dan juga membuat kaum muslimin melupakan masalah-masalah yang terjadi pada mereka.

Dan hal ini juga termasuk mengucapkan selamat Tahun Baru, menyibukkan diri dalam perayaan tahun baru, meniup terompet, dan hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan orang-orang kafir. 

Wallahua’lam
akhukum, Felix Siauw
follow me on twitter @felixsiauw

Rabu, 18 Desember 2013

Bahaya Budaya Natal (Bersama) Mengancam Umat

[Al-Islam edisi 685, 20 Desember 2013 M – 16 Shafar 1435 H]


Selama bulan Desember, suasana kristiani begitu terasa. Asesoris khas Natal ada di mana-mana. Lagu-lagu kristiani terus diperdengarkan. Para pelayan dan pegawai diharuskan memakai atribut Natal dan yang terfavorit asesoris Sinterklas. Tak sedikit dari mereka adalah muslim, bahkan ada yang berkerudung. Seringkali mereka merasa terpaksa, jika tidak melakukannya mereka takut diberhentikan (dipecat).

Hampir semua media, terutama media elektronik, dijejali acara bernuansa Natal dan Tahun Baru. Walhasil, negeri muslim ini selama bulan Desember seolah menjelma layaknya negeri kristen.

Sarat Motif Ekonomi dan Politik

Secara ekonomi, para kapitalis paling banyak untung dari semarak Nata. Di Barat, penjualan ritel meningkat tajam di akhir tahun. Di Amerika Serikat, menurut data US Census Bureau, rata-rata kenaikan penjualan ritel di bulan Desember adalah yang tertinggi, mencapai 16 persen dengan pangsa pasar 10 persen dari total penjualan dalam setahun. Inilah yang disebut sebagai christhmas season.

Di negeri Muslim, para pebisnis yang rata-rata Kristen pun ingin meraup untung seperti di negeri Kristen. Mereka ingin Natal bisa seperti momentum Idul Fitri di mana penjualan dapat mencapai 20-30 persen dari total penjualan dalam setahun. Diantara caranya, semarakkan menyambut Natal dengan pesta diskon dan bermacam hadiah, dengan disertai semarak asesoris dan suasana Natal.

Selain motif ekonomi, motif politik juga tak ketinggalan. Kaum Kristen ingin menunjukkan eksistensi dan mungkin dominasi mereka di negeri muslim. Disamping itu, moment Natal dijadikan momen terpenting untuk menanamkan ide sinkretisme dan pluralisme. Jika ini berhasil maka akidah umat akan makin lemah.

Semarak Natal pun sarat dengan proyek westernisasi, menanamkan budaya Barat agar dekat kepada kaum Muslim dan bahkan diadopsi. Ditampakkanlah budaya hura-hura, pergaulan bebas, dan menghambur-hamburkan harta dalam momentum Natal dan Tahun Baru. Kaum Muslim didorong sedemikian rupa agar mengambil budaya Barat dan makin jauh dari budaya Islam.

Patut diingat, misi Kristen tidak lepas dari misi penjajahan. Itu adalah bagian dari trilogi penjajahan yakni gold, glory, dan gospel (kekayaan alam, kejayaan, dan kristenisasi). Maka pembaratan tidak bisa dipisahkan dari upaya misionaris menggiring umat Islam keluar dari agamanya.

Sarat Misi Kristen, Pluralisme, dan Sinkretisme

Monentum Natal dijadikan ajang untuk mengemban misi menyebarkan misi Kristen. Karenanya umat Kristiani sangat serius merayakan Natal dan Tahun Baru untuk menarik minat kaum lainnya, termasuk Islam. Perayaan Natal Bersama (PNB), dijadikan salah satu uslub penting untuk menyebarkan misi Kristen, agar umat manusia mengenal doktrin kepercayaan Kristen, dengan mempercayai Tuhan Yesus sebagai juru selamat, manusia akan selamat. Karena itulah, ajakan untuk bersama-sama ikut merayakan natal atau setidaknya mengucapkan selamat natal begitu gencar dengan berbagai bentuk, cara, dan dalih.

Seruan ikut serta dalam perayaan Natal, tak lain adalah kampanye ide pluralisme yang mengajarkan kebenaran semua agama. Ajaran ini mengajak umat untuk menganggap agama lain juga benar. Khusus dalam konteks natal, itu berarti umat muslim didorong untuk menerima kebenaran ajaran kristen, termasuk menerima paham trinitas dan ketuhanan Yesus.

Seruan itu juga merupakan propaganda sinkretisme, pencampuradukan ajaran agama-agama. Spirit sinkretisme adalah mengkompromikan hal-hal yang bertentangan. Dalam konteks Natal bersama dan tahun baru, sinkretisme tampak jelas dalam seruan berpartisipasi merayakan Natal dan tahun baru, termasuk mengucapkan selamat Natal. Padahal dalam Islam batasan iman dan kafir, batasan halal dan haram adalah sangat jelas. Tidak boleh dikompromikan!

Jika mereka menyambut dan memberi penghargaan karena umat Islam telah menerima apalagi ikut serta dalam perayaan Natal bersama, maka sungguh itu adalah ukuran bahwa umat telah mengikuti millah, jalan hidup dan agama mereka. Sebab Allah SWT telah memperingatkan kita dalam firman-Nya:

﴿وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ﴾
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (TQS al-Baqarah [2]: 120)

Haram Ikut Merayakan atau Mengucapkan Selamat Natal

Ucapan selamat mengandung doa dan harapan kebaikan untuk orang yang diberi selamat. Juga menjadi ungkapan kegembiraan dan kesenangan bahkan penghargaan atas apa yang dilakukan atau dicapai oleh orang yang diberi selamat.

Sementara perayaan Natal adalah peringatan kelahiran anak Tuhan dan Tuhan anak. Dengan kata lain itu adalah perayaan atas kesyirikan menyekutukan Allah SWT. Lalu bagaimana mungkin, umat Islam mengucapkan selamat, dengan semua kandungannya itu, kepada orang yang menyekutukan Allah? Padahal jelas-jelas, Allah SWT menyatakan mereka adalah orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72-75), yang di akhirat kelak akan dijatuhi siksaan yang teramat pedih. Disamping itu, keyakinan Trinitas di sisi Allah adalah dosa dan kejahatan yang sangat besar, kejahatan yang hampir-hampir membuat langit pecah, bumi belah, dan gunung-gunung runtuh (lihat QS Maryam [19]: 90-92).

Jadi jelas sekali, mengucapkan selamat Natal dan selamat hari raya agama lain adalah haram dan dosa. Apalagi jika justru ikut serta merayakannya, tentu lebih haram dan lebih berdosa.

MUI telah mengeluarkan fatwa melarang umat Islam untuk menghadiri perayaan Natal Bersama. Dalam fatwa yang dikeluarkan Komisi Fatwa MUI pada 7 Maret 1981, MUI diantaranya menyatakan: (1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram (2) agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid II, oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah (1991), hal. 238-240, juga sudah diterangkan, bahwa hukum menghadiri PNB adalah Haram.
Ikut merayakan Natal dan hari raya agama lain hukumnya jelas haram dan bertentangan dengan al-Quran. Ada beberapa alasan yang mendasari.

Pertama, Allah SWT berfirman:

]وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا[
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS al-Furqan [25]: 72).

Az-zûra ini meliputi semua bentuk kebatilan. Yang paling besar adalah syirik, dan mengagungkan sekutu Allah. Karena itu Ibn Katsir mengutip dari Abu al-‘Aliyah, Thawus, Muhammad bin Sirrin, adh-Dhahhak, ar-Rabi’ bin Anas, dan lainnya, az-zûra itu adalah hari raya kaum Musyrik. (Tafsir Ibnu Katsir, iii/1346).

Menurut asy-Syawkani, kata lâ yasyhadûna, menurut jumhur ulama’ bermakna lâ yahdhurûna az-zûra, tidak menghadirinya (Fath al-Qadîr, iv/89). Menurut al-Qurthubi, yasyhadûna az-zûra ini adalah menghadirkan kebohongan dan kebatilan, serta menyaksikannya. Ibn ‘Abbas, menjelaskan, makna yasyhadûna az-zûra adalah menyaksikan hari raya orang-orang musyrik. Termasuk dalam konteks larangan ayat ini adalah mengikuti hari raya mereka.

Kedua, perayaan Natal adalah bagian dari ajaran agama, karena itu merayakannya bagian dari ritual agama mereka. Orang Islam yang merayakannya, bukan hanya maksiat, tetapi bisa sampai murtad jika disertai dengan I’tiqad, karena, telah melakukan ritual agama lain.

Ketiga, Rasul melarang kita menyerupai (tasyabbuh) kaum kafir, maka lebih dari menyerupai tentu lebih tidak boleh lagi. Merayakan Natal, bukan hanya menyerupai orang Kristen, tetapi lebih dari itu justru telah mempraktikkan bagian dari ritual mereka.

Selain tidak boleh menghadiri Natal Bersama, kaum Muslim juga dilarang ikut menyemarakkan, meramaikan atau membantu mempublikasikan. Allah berfirman:

﴿إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang suka perkara keji (fakhisyah) itu tersebar di tengah-tengah orang Mukmin, maka mereka berhak mendapatkan azab yang pedih di dunia dan akhirat.” (TQS an-Nur [24]: 19)

Menyebarkan fakhisyah itu bukan hanya masalah pornografi dan pornoaksi, tetapi juga semua bentuk kemaksiatan. Menyemarakkan Perayaan Natal, meramaikan dan menyiarkannya jelas menyebarluaskan kekufuran dan syirik yang diharamkan. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, “Sebagaimana mereka (kaum Musyrik) tidak diperbolehkan menampakkan syiar-syiar mereka, maka tidak diperbolehkan pula bagi kaum Muslimin menyetujui dan membantu mereka melakukan syiar itu serta hadir bersama mereka. Demikian menurut kesepakatan ahli ilmu.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ahkâm Ahl al-Dzimmah, i/235).

Para ulama dahulu juga telah jelas menyatakan haramnya menghadiri perayaan hari raya kaum kafir. Imam Baihaqi menyatakan, “Kaum Muslimin diharamkan memasuki gereja, apalagi merayakan hari raya mereka.” Al-Qadhi Abu Ya’la berkata, “Kaum Muslimin telah dilarang untuk merayakan hari raya orang-orang kafir atau musyrik”. Imam Malik menyatakan, “Kaum Muslimin dilarang untuk merayakan hari raya kaum musyrik atau kafir, atau memberikan sesuatu (hadiah), atau menjual sesuatu kepada mereka, atau naik kendaraan yang digunakan mereka untuk merayakan hari rayanya.” (Ibnu Tamiyyah, Iqtidhâ’ al-Shirâth al-Mustaqîm, hal. 201).

Wahai kaum Muslimin
Tak sepantasnya umat terpedaya ikut merayakan Natal dan hari raya agama lain. Realita yang ada ini bukti, penjagaan akidah itu butuh kekuasaan yang menjunjung kedaulatan syara’ dan menerapkan syariah Islam, tidak lain adalah Khilafah Islamiyah Rasyidah. Tugas kitalah untuk segera mewujudkannya. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Sabtu, 14 Desember 2013

Banten Darurat Seks Bebas



Banten dalam status waspada! Pergaulan bebasnya semakin mengkhawatirkan. Kondisi sosial masyarakat kota seribu santri sejuta kyai ini terguncang. Provinsi yang berslogan IMAN TAQWA ini harus tertunduk malu karena ulah masyarakatnya. Lokasi di sekitar Stadion Badak Pandeglang, sering dilakukan ajang mesum sejumlah remaja, tidak mengenal itu siang ataupun malam, dan hasil laporan warga setempat petugas Satpol PP Pandeglang berhasil merazia pasangan mesum di sekitar lokasi Stadion Badak Pandeglang (beritadaripandeglang.weebly.com, 7/12/2012). Tentulah yang tidak terungkap jauh lebih banyak lagi. Belum lagi jika harus menelan fakta pahit bahwa salah satu situs online melansir bahwa Banten memiliki dua tempat prostitusi terpopuler di Indonesia, yaitu di kawasan Cidadap, kabupaten Tangerang dan kawasan pantai, kabupaten Serang. Parahnya lagi, hasil pemetaan yang dilakukan oleh KPAD Banten mengungkapkan bahwa PSK di Banten minus kabupaten Pandeglang (yang tercatat) adalah 2.408 orang, 40 persen diantaranya masih usia remaja 16-20 tahun. Warga Banten semakin sulit bernafas.
Tidak berlebihan memang bahwa Banten harus waspada terhadap pergaulan bebas ini, mengingat efek dari pergaulan bebas ini sudah begitu terasa. Project Officer Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Banten, Arif Mulyawan menyatakan, Provinsi Banten telah masuk 10 besar tertinggi kasus HIV/AIDS di Indonesia. Bahkan, estimasi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang ada di Banten saat ini sebanyak 5.250 orang. Penularanya lebih karena faktor seks bebas (Suara Pembaharuan.com, 11/5). Bantenpun digegerkan dengan terkuaknya pemberitaan salah satu media elektronik mengungkap kejahatan aborsi di Bumi Ciruas Permai, Blok B1/1 Desa Ranjeng, Kecamatan Ciruas, Serang Banten. Ini merupakan tindak lanjut ditemukannya jasad janin yang diduga hasil aborsi di Permakaman Umum Pelawad Tegal, Desa Pelawad, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang (Bantenekspose.com, 5/6).
Banten semakin waspada, bahkan hingga pada titik darurat. Namun, hingga saat ini tidak ada langkah kongkrit yang diambil pemprov Banten dalam menurunkan status waspada ini, apalagi upaya untuk menghilangkannya. Ulama Banten yang terus berupaya menyiarkan islam juga terhalang oleh aturan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang diterapkan Banten sebagai bagian dari Negara Indonesia. Benar, aturan sekuler ini tidak akan pernah menyentuh solusi untuk menghentikan pergaulan bebas. Justru aturan sekuler inilah yang terus menjadi pupuk hingga pergaulan bebas menjadi subur. Dalam Negara yang berdasarkan sekulerisme ini aktivitas prostitusi tidak dilarang, bahkan disiapkan dan disediakan tempat khusus yang biasa disebut lokalisasi. Tempat-tempat wisatapun tidak dijaga ketat sehingga memudahkan pergaulan bebas berkembang biak. Paling penting untuk diketahui bahwa dalam sekulerisme seks bebas merupakan hak asasi yang tidak boleh diganggu gugat, ini jelas terlihat dalam kebijakan Menkes Nafsiah Mboi diawal masa jabatannya, membagikan kondom untuk para pelaku seks beresiko. KPAN pun melakukan hal yang serupa, untuk mengurangi resiko penularan HIV/AIDS tahun ini dengan menggelar Pekan Kondom Nasional, yang diselenggarakan selama seminggu 1-7 Desember 2012. Menurut mereka tidak ada yang salah dengan seks beresiko (hubungan seks yang dilakukan bukan dengan pasangannya) jika mereka menggunakan kondom. Wajar saja memang jika hampir seluruh penjuru Indonesia baik di kota maupun di desa mengalami kondisi darurat pergaulan bebas, termasuk Banten.
Sebagai manusia yang masih lurus akalnya, tentu kita menginginkan perubahan. Menginginkan Banten bebas dari pergaulang bebas. Jika sekulerisme yang berupaya menjauhkan agama dalam mengatur kehidupan manusia menjadi biang keroknya. Maka sudah seharusnya kita mendekatkan agama dalam mengatur kehidupan manusia. Allah serius dalam menciptakan Bumi beserta isinya, Dia tidak main-main! Sehingga Dia juga telah melengkapi kehidupan dunia ini dengan aturan yang jelas. Aturan itu sudah diramu dalam Al-Quran dan Hadist Rosul.
Islam mewajibkan negara menanamkan keimanan dan membina ketakwaan dan rasa takut terhadap azab Allah dalam diri masyarakat. Kepada masyarakat harus ditanamkan kejinya perbuatan zina dan besarnya azab Allah kepada para pelakunya (QS al-Isra’ [17]: 32). Juga harus dipahamkan, zina dan seks bebas merusak tatanan masyarakat dan menghancurkan nilai-nilai keluarga.
Preventif dilakukan secara sistematis dan multi dimensi. Faktor ekonomi diselesaikan melalui Sistem Ekonomi Islam yang mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata. Sistem pendidikan berbasis akidah Islamiyah membentuk pribadi Islami. Sistem pergaulan Islam menjauhkan faktor-faktor pemicu ke arah pergaulan bebas. Rasa keadilan terutama bagi korban kejahatan seksual dijamin melalui Sistem Uqubat Islam. Pintu pernikahan pun dipermudah termasuk bagi kaum muda. Pendek kata, penerapan sistem Islam akan sanggup meminimalkan seminimal mungkin faktor penyebab seks bebas. Sanksi yang dilakukan adalah yang membuat jera pelaku dan menimbulkan efek gentar bagi publik sehingga tidak berani melakukannya. Pelaku zina, jika belum menikah (ghayr muhshan) harus dijilid seratus kali jilid. Sementara yang sudah pernah menikah (muhshan) harus dirajam hingga mati. Pelaku homoseksual dijatuhi hukuman mati, subyek dan obyeknya, jika melakukannya sama sama rela. Sementara pengguna narkoba dijatuhi sanksi ta’zir yang jenis dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad khalifah atau qadhi sesuai koridor syariah. Dengan adanya pengaturan seperti ini, tidak diragukan lagi Banten akan bebas dari pergaulan bebas, bahkan Indonesia dan Dunia. Insyallah.


Oleh Arini F. Aprila



Rabu, 11 Desember 2013

Berantas Korupsi Total Apa Bisa?

Al-Islam edisi 684, 9 Shafar 1435-13 Desember 2013

Tanggal 9 Desember telah ditetapkan secara internasional sebagai hari anti korupsi sedunia. Peringatan hari anti korupsi itu juga dilakukan di istana. Dan KPK menyelenggarakan pekan anti korupsi selama tiga hari 9 – 11 Desember di Istora Senayan. Acara itu untuk mengkampanyekan nilai-nilai anti korupsi secara luas pada masyarakat.

Masih Sangat Korup

Selama ini KPK telah banyak menangkap dan memenjarakan koruptor. Menurut wakil ketua KPK, Adnan Pandu Praja, sudah sekitar 370 orang yang telah divonis KPK. Terdiri dari 72 anggota parlemen, 8 menteri, 31 gubernur, dan 8 bupati. Kemudian 4 komisioner, dan 3 warga negara asing; 2 Malaysia dan 1 Jepang.

Kepolisian juga tak mau kalah. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Anwar, di Mapolda Jabar Bandung, Senin (9/12) mengatakan, “Polri di sini mendapatkan laporan 1.343 kasus korupsi dan ini masih terus berjalan. Saat ini lebih dari 800-nya sudah P21.” Dari 800 perkara yang ditangani ada Rp 910 miliar yang berhasil diamankan. Jumlah itu meningkat hampir empat kali lipat dibandingkan tahun 2012, yang hanya mencapai Rp 261 miliar. (merdeka.com, 9/12).

Meski banyak upaya sudah dilakukan, namun Indonesia masih tetap salah satu negara sangat korup di dunia. Transparency International (TI) telah melansir Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index – CPI) tahun 2013. CPI dinyatakan dalam angka 0 paling korup sampai 100 paling bersih. CPI Indonesia tahun 2013 ternyata tidak berubah dari tahun sebelumnya yaitu 32. Meski angkanya tak berubah, peringkat Indonesia sedikit naik dari peringkat 118 dari 176 negara di tahun 2012 menjadi peringkat 114 dari 177 negara di tahun 2013. Ini menunjukkan pemberantasan korupsi di negeri ini masih mengalami stagnasi (ti.or.id, 03/12).

Korupsi Sistemik, Pemberantasan Belum Total Sistemik

Stagnannya posisi Indonesia dalam CPI itu menandakan korupsi di negeri ini sudah benar-benar sangat mengakar dan sistemik. Di negeri ini barang kali 365 hari sepanjang tahun tidak lepas dari korupsi. Nyaris semua pengadaan barang dan jasa, bantuan sosial, hingga proyek tidak ada yang lepas dari korupsi.

Korupsi telah begitu membudaya dan mengakar di negeri ini. Mulai dari perangkat desa sampai pejabat negara di pusat tak lepas dari korupsi. Menteri dipidana karena korupsi, kepala desa korupsi, bupati, gubernur juga korupsi. Anggota DPR korupsi, pegawai pajak korupsi, polisi korupsi, hakim korupsi. Sudah banyak terungkap bagaimana proyek dibagi-bagi dan setor sana – setor sini. Petinggi partai politik pun ikut bermain. Begitu parahnya hingga mungkin hanya di negeri ini, bandit tega mengorupsi pengadaan Kitab Suci, baju muslim hingga pengadaan sarung. Pengadaan bantuan bibit termasuk bibit lele, uang bantuan tunai hingga bangku sekolah juga tak lepas dari jamahan tangan koruptor.

Korupsi tidak sekadar dilakukan karena adanya peluang, melainkan didesain dengan memperalat kebijakan dan kekuasaan. Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, mengungkapkan korupsi yang berbahaya justru dimulai dari peraturan yang didesain untuk korupsi. “Di negeri kita ada kebijakan korupsi by design. Korupsi yang paling berdampak ini adalah yang melalui by design ini. Ini bisa lihat bagaimana dalam kasus impor sapi yang membuat peternak lokal tidak bisa ngapa-ngapain. Banyak kebijakan lain yang kami telisik lagi. Merinding kita lihat datanya,” ungkap Busyro (merdeka.com, 10/12). Bahkan menurut Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, korupsi sudah menjadi trias koruptika. Sebagai sindiran bahwa korupsi sudah terjadi di pilar-pilar negara, di eksekutif (pemerintah), legislatif dan yudikatif.

Korupsi yang sudah sedemikian mengakar, sistemik, tentu tidak akan bisa diberantas kecuali dengan upaya pemberantasan yang sistemik, terintegrasi dengan sistem yang benar dan benar-benar anti korupsi. Sayangnya justru itu yang belum tampak benar dari upaya pemberantasan korupsi selama ini.

Transparansi Internasional Indonesia menilai bahwa lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah mengakibatkan praktek korupsi dan suap masih tinggi di lembaga-lembaga publik. Di Indonesia, GCB 2013 menyebutkan 1 dari 3 orang yang berinteraksi dengan penyedia layanan publik di Indonesia masih melakukan praktek suap dengan berbagai alasan (ti.or.id, 03/12).

Upaya pemberantasan korupsi masih terhambat oleh berbagai ironi yang menunjukkan berbagai lembaga negara belum “sehati” dan tidak saling bersinergi. Ambil contoh, Mahkamah Agung dalam putusan pada tingkat PK justru membebaskan mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Sudjiono Timan, terpidana kasus korupsi Rp 369 miliar. Padahal sesuai aturan hal itu tidak bisa terjadi sebab PK diajukan ketika yang bersangkutan berstatus buron.

Di sisi lain, ternyata banyak koruptor yang belum bisa dieksekusi oleh Kejaksaan karena buron, diantaranya lari ke luar negeri. Data ICW, per 16 Oktober 2013, ada sekitar 40 koruptor yang masih buron ke luar negeri. Celakanya kekayaan para koruptor yang lari itu tidak bisa dieksekusi untuk pengembalian harta ke negara dikarenakan belum adanya peraturan yang mengaturnya. Bahkan memang banyak yang belum dieksekusi. Data laporan hasil audit BPK, piutang Kejaksaan Agung RI per 30 Juni 2012 berupa piutang untuk pengganti hasil korupsi mencapai Rp 12,7 triliun dan US$ 290,4 juta. (merdeka.com, 9/12).

Sementara masih kurangnya sinergi, diantaranya tampak dari kesulitan KPK menelisik potensi kerugian negara dari sektor tambang karena belum dipasok data-data pertambangan oleh Kementerian ESDM. Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, pada Rabu (4/12) mengungkapkan, Kementerian ESDM belum mau memberikan data usaha batu bara. Sementara, banyak informasi mengenai bisnis batu bara yang saling bertentangan. Ditjen Pajak mengaku hanya bisa menagih kepada 3 ribu pengusaha batu bara. Sementara, pemerintah sudah memberikan 11 ribu izin pengusahaan batu bara. (Merdeka.com, 4/12).

Pada kondisi pemberantasan korupsi seperti itu, banyak kalangan sudah memperingatkan tahun depan korupsi akan makin marak dengan datangnya pemilu, seiring dengan besarnya kebutuhan dana kampanye caleg, parpol, dan pilpres. Sebab sudah terbukti berbagai pilkada butuh biaya politik sangat besar, hingga akhirnya sangat banyak kepala daerah terjerat korupsi. Bisa jadi, hampir-hampir tidak ada kepala daerah yang benar-benar bebas dari korupsi dan penyelewengan. Hal terakhir ini sekaligus menunjukkan, problem terbesar pemberantasan korupsi justru ada pada sistem politik demokrasi yang sarat biaya.

Tuntunan Islam Berantas Korupsi

Pemberantasan korupsi tidak akan bisa dilakukan total dan tuntas jika sistem politik demokrasi yang sarat biaya tetap dipertahankan dan tidak diganti. Sebab, sistem itulah yang menjadi salah satu akar persoalan korupsi. Karena itu komitmen total pemberantasan korupsi haruslah ditunjukkan dengan meninggalkan sistem politik demokrasi itu dan sistem kapitalisme pada umumnya. Lalu digantikan dengan sistem Islam yang datang dari Dzat Yang Mahabijaksana yang Mahatahu apa yang baik dan membuat baik manusia.

Selanjutnya sistem Islam memberantas korupsi secara sistemik dan terintegrasi yang secara ringkas ditempuh melalui lima langkah. Pertama, penanaman iman dan takwa. Dengan itu, pejabat dan rakyat akan tercegah melakukan kejahatan termasuk korupsi.

Kedua, sistem penggajian yang layak, sehingga tidak ada alasan untuk berlaku korup. Ketiga, teladan dari pemimpin, sehingga tindak penyimpangan akan terdeteksi secara dini. Penyidikan dan penindakan pun tidak sulit dilakukan.

Keempat, pembuktian terbalik. Islam memberikan batasan yang sederhana dan jelas tentang harta ghulul. Rasul SAW bersabda:

«مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ»

Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian untuknya (gaji) maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulul (HR Abu Dawud, Ibn Khuzaimah dan al-Hakim)

Hadits ini jelas, bahwa harta yang diperoleh aparat, pejabat dan penguasa selain pendapatan yang telah ditentukan, apapun namanya, baik hadiah, fee, pungutan, dsb, merupakan harta ghulul dan hukumnya haram.

Hadits ini mengisyaratkan, bahwa pendapatan pejabat dan aparat hendaknya diungkap secara transparan sehingga mudah diawasi. Juga mengindikasikan agar harta pejabat dan aparat dicatat, bukan mengandalkan laporan yang bersangkutan. Selanjutnya daftar atau catatan harta kekayaan pejabat itu diperbarui dan diaudit secara berkala. Jika ada pertambahan harta yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, maka disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara.

Kelima, hukuman yang bisa memberi efek jera. Hukuman itu bisa berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama, bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat dan dampak kejahatannya. Sanksi penyitaan harta ghulul itu juga bisa ditambah dengan denda. Gabungan keduanya sekarang dikenal dengan pemiskinan, yang didesakkan untuk segera diberlakukan terhadap koruptor.

Perlakuan itu bukan hanya diterapkan kepada diri pejabat tetapi bisa juga diterapkan kepada orang-orang dekatnya, sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khaththab dan disetujui oleh para sahabat. Pencatatan kekayaan, pembuktian terbalik dan sanksi termasuk pemiskinan yang memberikan efek jera dan gentar ini sangat afektif memberantas korupsi.

Rabu, 04 Desember 2013

Polwan Berkerudung: Beri Kemudahan, Jangan Dipersulit

Al-Islam edisi 683

Kapolri Jenderal Polisi Sutarman telah memberikan izin lisan kepada para Polwan untuk berjilbab (yakni berkerudung) saat bertugas. Kapolri juga meminta para Polwan tidak perlu khawatir terkena sanksi apabila mengenakan jilbab dan tidak perlu menunggu hingga peraturan kapolri (Perkap) keluar. Kapolri pada Selasa (19/11) di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta mengatakan, “Jilbab itu hak asasi seseorang. Saya sudah sampaikan kepada anggota, yang punya jilbab silahkan gunakan.”

Sayang, pada tanggal 28/11 diterbitkan Telegram Rahasia (TR) yang berisi enam imbauan, di antaranya imbauan kepada polwan untuk menunda penggunaan jilbab ketika berdinas hingga parlemen menyepakati anggaran penyediaan jilbab. Alasan lainnya, penundaan itu hanya hingga terbit aturan penggunaan jilbab.

Kebijakan itu disayangkan oleh banyak pihak dan dinilai bukan pilihan yang bijak. Justru sepantasnya polwan dipermudah untuk berkerudung dan menutup aurat saat berdinas, dan juga untuk menjalankan kewajiban syariah lainnya.

Kewajiban dari Allah

Berkerudung dan menutup aurat merupakan kewajiban dari Allah SWT. Menjalankannya akan bernilai ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

﴿وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا﴾

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (TQS an-Nur [24]: 31)

Ibn Abbas menjelaskan makna illâ mâ zhahara minha –kecuali yang biasa nampak daripadanya- yaitu wajah dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan. Dan inilah yang dikatakan oleh Ibn Katsir sebagai pendapat yang masyhur menurut jumhur. Maka, seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan. Abu Dawud juga telah mengeluarkan di dalam Marâsil-nya dari Qatadah, Rasulullah saw bersabda:

«إِنَّ الْجَارِيَةَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا وَجْهُهَا وَيَدَاهَا إِلَى الْمَفْصِلِ»

“Sesungguhnya seorang gadis jika sudah haidh tidak layak terlihat darinya kecuali wajah dan tangannya sampai pergelangan tangannya.”

Berikutnya di ayat yang sama, Allah memerintahkan perempuan mukminah agar mengenakan kerudung.

﴿ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ …﴾

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya …” (TQS an-Nur [24]: 31)

Prof Wahbah az-Zuhaili di dalam Tafsîr al-Munîr, menjelaskan bahwa juyûb adalah bentuk jamak dari jayb, yaitu bukaan pada bagian atas pakaian yang menampakkan bagian atas dada. Ibn Katsir mengutip Sa’id bin Jubair maksud ayat ini adalah agar perempuan mukminah mengulurkan kerudung menutupi bagian atas dada (an-nahr) dan dada sehingga tidak terlihat darinya sedikit pun.

Selain harus menutup aurat dan berkerudung, perempuan mukminah juga wajib berjilbab ketika hendak keluar rumah ke kehidupan umum. Allah SWT berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ﴾

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab [33]: 59)

Ummu ‘Athiyah ra., menuturkan: Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan para perempuan di hari Idul Fitri dan Idul Adha, para perempuan yang punya halangan, perempuan yang sedang haidh dan gadis-gadis yang dipingit. Adapun perempuan yang sedang haidh, mereka memisahkan diri dari shalat dan menyaksikan kebaikan dan seruan kepada kaum Muslimin. Aku katakan: ya Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab. Rasul saw menjawab: “hendaknya saudarinya meminjaminya jilbab miliknya”. (HR Muslim)

Rasul menegaskan wajibnya wanita mukminah berjilbab yaitu baju kurung atau jubah di atas pakaian rumahan saat seorang mukminah hendak keluar rumah, sampai-sampai perempuan yang tidak punya jilbab, Rasulullah saw perintahkan agar dipinjami jilbab sehingga ia bisa keluar pada saat shalat Idul Fithri dan Idul Adhha.

Beri Kemudahan, Pahala Besar Menanti

Sebagai kewajiban, maka melaksanakannya bernilai ibadah sebagai bentuk ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT. Karena itu, ungkapan Wakapolri bahwa kesadaran penggunaan jilbab bagi Muslimah adalah ibadah juga dimiliki polri, alangkah baiknya kemudian diwujudkan secara nyata dengan memberikan kemudahan bagi polwan untuk berjilbab (berkerudung) dan tidak ada penundaan untuk itu.

Sikap bersegera memfasilitasi dan melaksanakan itu telah dicontohkan oleh para shahabat dan shahabiyah. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata: “Semoga Allah merahmati wanita muhajirat awal, ketika Allah menurunkan “wal yadhribna bikhumûrihinna ‘alâ juyûbihinna”, mereka menyobek kain mereka dan mereka jadikan kerudung.”

Para wanita Anshar pun bersikap sama. Aisyah ra., menuturkan: “Sungguh wanita Quraisy memiliki keutamaan dan aku -demi Allah- tidak melihat yang lebih afdhal dari wanita Anshar, yang sangat kuat pembenarannya kepada kitabullah dan keimanannya kepada wahyu yang diturunkan. Surat an-Nur telah diturunkan: “wal yadhribna bikhumûrihinna ‘alâ juyûbihinna”. Laki-laki Anshar pun menemui wanita-wanita Anshar dan membacakannya kepada mereka, seorang laki-laki membacakan kepada isterinya, puterinya, saudarinya dan seluruh kerabat perempuannya. Maka tidak ada seorang pun dari mereka kecuali mengambil kain mereka dan mereka lilitkan menjadi kerudung, sebagai pembenaran dan keimanan terhadap apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalam kitab-Nya…” (HR Ibn Abiy Hatim)

Melaksanakan kewajiban akan mendatangkan pahala besar; dan siapa saja yang memfasilitasi sempurnanya pelaksanaan kewajiban itu, niscaya akan mendapatkan pahala amat besar pula. Sabda Rasulullah saw:

«مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ»

“Siapa yang mencontohkan di dalam Islam contoh yang baik lalu dilakukan sesudahnya maka dituliskan untuknya semisal pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, sebaliknya siapa saja yang mencontohkan di dalam Islam contoh buruk lalu dilakukan sesudahnya, maka dituliskan atasnya semisal dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim, Ahmad, Ibn Majah)

Rasulullah saw juga telah memberitahukan bahwa siapa saja yang memberi kemudahan kepada seorang muslim maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya kelak di akhirat.

Jika polwan dan para perempuan mukminah dibukakan jalan dan diberi kemudahan untuk melaksanakan kewajiban menutup aurat, berkerudung dan berjilbab, maka siapa pun yang membuka jalan dan memberi kemudahan itu, akan mendapat limpahan pahala yang sangat besar dan diberi kemudahan di akhirat. Sebaliknya, siapa pun yang menghalangi apalagi justru memerintahkan untuk tidak melaksanakan kewajiban itu, apapun alasannya, beban dosa amat besar juga mengintai. Sungguh tak sebanding jika alasan keseragaman atau belum ada anggaran membuat kesempatan amat besar itu diluputkan. Masalah belum ada anggaran, niscaya para polwan akan dengan senang hati dan gembira membeli dengan uang mereka sendiri. Alasan keseragaman tidak selayaknya menunda pelaksanaan kewajiban. Sebenarnya cukup dibuat arahan model dan warna, tentu dengan tetap memperhatikan ketentuan syariah tentang kerudung, bukan penundaan. Lalu segera dibuat keseragaman. Itu adalah perkara yang mudah. Namun kemudahan seperti itu menjadi perkara yang langka di negeri ini. Rasulullah saw bersabda:

«يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا، وَسَكِّنُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا»

Permudahlah dan jangan kalian persulit, berikan ketenteraman dan jangan kalian takuti (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Pentingnya Kekuasaan bagi Penerapan Syariah Allah

Apa yang terjadi ini menunjukkan, kewajiban menutup aurat dan berkerudung saja, ternyata sulit dilaksanakan ketika kekuasaan belum mendukung. Sebaliknya dengan kekuasaan, kewajiban ini dengan mudah bisa sempurna dilaksanakan oleh semua orang. Hal itu menegaskan penting dan strategisnya kekuasaan dalam penerapan syariah Allah SWT. Begitu pulalah bisa sempurna pelaksanaan kewajiban berjilbab, dan kewajiban-kewajiban serta hukum-hukum syariah dari Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

Sungguh tepat ungkapan Imam al-Ghazali di dalam buku beliau al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd: “Karena itu dikatakan, agama dan kekuasaan itu ibarat saudara kembar, dan karena itu dikatakan: ad-dînu ussun wa sulthânu harisun, wa mâ lâ ussa lahu famahdûmun wa mâ lâ hârisa lahu fa dhâi’un -agama adalah pondasi; sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa pondasi akan roboh, dan sesuatu tanpa penjaga akan terlantar-.”

Wahai Kaum Muslimin

Semua itu makin menegaskan, adanya munaffidz (pelaksana) syariah adalah mutlak dan wajib. Hanya dengan itu berbagai kewajiban syariah bisa sempurna dilaksanakan. Imam al-Amidi dalam bukunya Ghâyah al-Marâm mengatakan: “Maka mengangkat seorang imam (yakni khalifah) termasuk kemaslahatan paling penting untuk kaum muslimin dan pilar paling agung untuk agama, dan hal itu menjadi wajib, sebab telah diketahui dengan wahyu bahwa yang demikian adalah maksud dari syara’…” Dan itu tidak lain adalah seorang imam yakni khalifah dalam sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Itulah kewajiban agung yang harus sesegera mungkin kita wujudkan. Wallâh a’lam bin ash-shawâb.