Muhammad Mursi,
doktor lulusan AS dan aktivis Ikhwanul Muslimin (IM) naik ke tampuk kekuasaan
dengan memenangi 52% suara dalam pemilu bulan Juni 2012. Jumlah trun-out vote
saat itu hanya sekitar 50%. Artinya, secara real Mursi hanya mendapatkan
dukungan seperempat dari 50 juta rakyat Mesir yang memiliki hak suara (karena
‘lawan’ Mursi saat itu hanya satu orang, Ahmad Shafiq, mantan perdana mentri
era Mubarak). Presiden Muhammad Mursi akhirnya tumbang, jalan demokrasi yang
dilalui dan digadang-gadang tak bisa menyelamatkan kekuasaannya. Ia hanya
menikmati kekuasaan selama setahun beberapa hari. Dewan militer Mesir di bawah
pimpinan Jendral Abdul Fatah al-Sisi mengumumkan pelengseran Mursi. Tidak cukup
dilengserkan, Mursi ditahan hingga sekarang. Dewan militer yang juga merupakan
lembaga terkuat di Mesir berada pada kendali penuh AS. Keputusan kudeta
terhadap pemerintahan Mursi hasil pemilu resmi terpilih secara demokratis pasca
penggulingan Husni Mubarak, tak lepas dari sinyal AS. Kudeta itu dilakukan
dengan dalih penolakan terhadap presiden Mursi atas “penyalahgunaan lembaga
nasional negara dan keagamaan, “ yang menurut pimpinan militer Mesir, Mursi
tidak bisa memenuhi tuntutan rakyat. Namun harus ditekankan bahwa pernyataan
tersebut adalah atas persetujuan dari Amerika, yang telah melepaskan dukungan
untuk Mursi karena dianggap gagal
menciptakan stabilitas yang melayani kepentingan Amerika.
Ribuan masa
pendukung Mursi berusaha menentang langkah-langkah militer yang dianggap tidak
konstitusional, militer pun membubarkanya bahkan dengan aksi brutal dan ganas,
bukan hanya menembaki secara membabi buta bahkan membakar masa yang menentang
kudeta terhadap Mursi. Korban berjatuhan tidak bisa dielakkan, lebih dari 100
orang yang tewas dalam rentang waktu satu jam dan terus-menerus bertambah. Dalam
Kondisi Seperti Itu, Kementerian Dalam Negri Mesir mengatakan bahwa pasukan
keamanan tidak menggunakan tembakan dan hanya menyerang unsur-unsur teroris yang
ada di dalam para pengujuk rasa. Serangan pembubaran demonstrasi secara paksa
itu merupakan perintah dari presiden sementara Adly Mansour. Ia beralasan
kebijakan tersebut diambil dalam rangka
pemulihan stabilitas keamanan negara.
Kekacauan yang
terjadi semakin rumit dengan adanya tindakan dan berbagai skenario yang muncul
pasca kudeta, baik dukungan atas kudeta atau sebaliknya kecaman atas kudeta ,
Situasi seperti ini pun terjadi pada peristiwa Arab Spring, yang merupakan
fenomena mengubah keadaan di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika dengan
bertransformasi dari sistem kekuasaan diktator menjadi sistem kekuasaan rakyat.
Dengan kehancuran kekuasaan diktator di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika
Utara. Ini merupakan bukti massifnya tuntutan perubahan terhadap rezim
diktator. Hal tersebut menimbulkan suka cita yang luar biasa bagi rakyat di
masing-masing negara yang mengalami fenomena ini. Karena melalui revolusi ini
masyarakat merasakan perjuangan mereka bersama masyarakat lain dalam
memperjuangkan hak-hak mereka yang dibatasi serta kejenuhan jeratan demokrasi
akan tidak adanya perkembangan dalam bidang kehidupan yang tidak
mensejahterakan ke arah yang lebih baik seperti dalam bidang ekonomi,
pendidikan, sosial dan politik sehingga mereka menginginkan perubahan baru, dan
bebas dari beban kekerasan psikis dan fisik dari kekuasaan diktator anak emas
AS yang saat ini pun sedang terjadi di negara Mesir.
Sejauh ini,
realitas sesungguhnya bahwa ada kelompok yang berbahaya dari kaum sekularis,
liberal dan koptik yang tidak ingin Ikhwanul Muslimin memimpin panggung politik
di Mesir. Mereka tidak hanya membenci Ikhwanul Muslimin, mereka juga menolak
Islam politik dan proyek Islam, apapun proyeknya terutama proyek Khilafah yang
sama sekali tidak dibicarakan oleh Ikhwanul Muslimin. Namun, kaum sekularis
selalu menuduh Ikhwanul Muslimin, bahwa khilafah adalah tujuan utama mereka.
Dalam hal ini, sia-sia Partai Demokratik Nasional (PDN) yang telah bergabung
dengan masa yang kontra terhadap Mursi, dan mereka yang paling utama berperan
dalam penggulingan Mursi dan melakukan gerakan jalanan yang menyerukan
perlawanan terhadap Mursi. Aljazeera juga mengungkap peranan Amerika dalam
pendanaan politisi dan aktifis untuk
menggulingkan Mursi. Keberadaan puluhan dokumen pemerintahan AS
mengkonfirmasikan bahwa Washington telah mendanai politisi oposisi yang menyerukan
penggulingan Presiden Mursi melalui Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Bantuan ini dilakukan dalam rangka promosi demokrasi di Timur Tengah. Amerika
Serikat sendiri tidak pernah menyatakan pelengseran Mursi ini sebagai kudeta
militer. Negara itu justru menegaskan bahwa akan menjalin hubungan dengan
pemerintahan baru pasca Mursi yang dibentuk militer. Juru bicara Gedung
Putih Jay Cerney, menyatakan tujuan
Amerika di Mesir adalah membantu rakyat
Mesir dalam masa transisi menuju demokrasi dan tetap dalam kranngka kepentingan
Nasional Amerika .
Menang
Secara Demokratis Bukanlah Jaminan
Meskipun Mursi
memenangi pemilihan presiden, ternyata ia tidak bisa bergerak leluasa. Perinsip
demokrasi “the winner takes all” (pemenang mendapatkan semuanya) tak berlaku.
Ia harus berkompromi dengan banyak pihak, termasuk dengan Amerika dan Israel. Mesir
bukanlah yang pertama. Sebelumnya, ada FIS di Aljazair. Kemenangannya juga
diberangus militer dengan dukungan negara Barat. Pasalnya FIS dicurigai akan
menerapkan syariah Islam. HAMAS pun mengalami nasib yang hampir sama; mengalami
tekanan politik yang kuat dari Barat yang tetap dalam kontrol Amerika Serikat.
Terbukti
Demokrasi Telah Melakukan Pengkhianatan
Semua ini
seharusnya cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mempercayai jalan
demokrasi. Siapapun seharusnya menyadari, Barat akan melakukan apapun dan
kepada siapapun termasuk kepada kelompok Islam yang menang secara demokratis,
telah tunduk pada nilai-nilai demokrasi, atau telah bekerjasama dengan Barat,
sesaat kepentingan nasional mereka terancam. Sebaliknya, Barat akan terus
mendukung rezim-rezim represif, seperti mendukung rezim Husni Mubarak yang
korup dan bengis. Selama puluhan tahun jika rezim tersebut bisa menjaga
kepentingan mereka. Praktik Barat tersebut terus berlanjut hingga saat ini.
Masihkah
Demokrasi yang Terbukti Gagal Tetap Dipertahankan?
Pelajaran dari
Mesir juga menunjukan, meraih suara terbanyak bukan berarti membuat pemenang
bisa melakukan apapun. Selama ini logika pihak yang mempercayai jalan
demokrasi, yang mengatakan, kalau kita sudah meraih suara terbanyak di
parlemen, kita akan bisa melakukan apapun termasuk untuk menerapkan syariah
Islam secara total. Kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Ada dua faktor yang
sangat menentukan. Pertama : kesadaran masyarakat untuk mendukung penerapan
Islam. Kedua : dukungan ahlun nushrah (pemilik kekuasaan yang ril).
Meskipun parpol
Islam meraih suara mayoritas, jika rakyat tidak memiliki kesadaran politik
untuk mendukung syariah Islam, rakyat akan mudah diprovokasi dengan berbagai
isu untuk menentang penerapan syariah Islam. Dukungan pemegang kekuasaan ril,
seperti militer di Mesir, juga sangat menentukan.
Kita juga perlu
menegaskan bahwa yang terjadi di Mesir bukanlah kegagalan Islam politik seperti
yang dituduhkan oleh Basyar Assad, penguasa bengis Suriah, bukan pula kegagalan
penerapan syariah Islam. Pasalnya Mursi bukanlah penguasa yang menerapkan
syariah Islam secara total. Mesir saat Mursi berkuasa tetaplah menjalankan
sistem sekular, bukan menerapkan sistem Islam. Mesir yang dipimpin Mursi bukan
merupakan Daulah Islam. Mursi juga tidak benar-benar memiliki kekuasaan untuk
mengatur Mesir. Mursi harus berhadapan dengan dominasi militer yang kokoh.
Di Mesir, yang
gagal sesungguhnya adalah “Islam moderat”, buatan demokrasi. Mereka yang
berhaluan moderat ini berkompromi dengan nilai-nilai sekular dan bekerjasama
dengan negara imperialis Barat seperti Amerika untuk merusak citra Islam di
tengah-tengah masyarakat.
Amerika melihat
masyarakat Muslim begitu antusias dengan Islam sebagai agama mereka. Rakyat
juga merindukan pemerintahan yang menerapkan Islam. Karena itu, kalangan Islam
moderat didorong untuk tampil dipermukaan. Kemudian, mereka berhasil meraih
kekuasaan. Namun faktanya, mereka gagal mengelola urusan negara. Banyak
kalangan lalu menilai, Islam politik telah gagal. Padahal Islam tidak
benar-benar diterapkan. Di Mesir, Mursi sebagai representasi “Islam moderat”
sesungguhnya tidak memiliki kewenangan riil di dalam negeri. Ia pun gagal
mengurus negara. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh pihak sekular untuk
memprovokasi rakyat. Sebenarnya kegagalan itu bukan menimpa Islam politik, tapi
sedang menimpa demokrasi yang cacat sedari awalnya. Sehingga dimanapun
diterapkannya baik itu di negara Islam atau bukan pada kenyataannya demokrasi
tetap tidak bisa diterapkan secara sempurna.
Demi sebuah
perubahan yang hakiki, maka hendaknya kaum Muslimin mengetahui bahwa hanya satu
metode, tidak ada yang lain, untuk menegakkan pemerintahan Islam. Itulah metode
yang pernah ditempuh oleh Rasulallah saw. Beliau menolak untuk mengambil
pemerintahan Islam yang tidak lengkap, atau berpartisipasi dalam sistem rusak
yang menyalahi Islam. Beliau tetap bersabar sampai nusrah (pertolongan) itu
datang sempurna seraya tetap berjuang mengubah masyarakat. Beliau
sungguh-sungguh menciptakan opini umum di tengah-tengah umat yang terpancar
dari kesadaran umum tentang kewajiban menerapkan syariah Allah secara
menyeluruh di dalam Negara Islam.
Dengan pembentukan
opini umum tentang syariah dan Khilafah, ahlun nushrah yang mukhlis di tubuh
militer akan berpihak pada Khilafah dan syariah. Di sinilah letak pentingnya
seluruh umat Muslim untuk mendukung dan berdakwah membangun kesadaran politik
umat untuk menegakkan syariah dan Khilafah, juga dakwah kepada ahlun nusrah
untuk mendukung perubahan politik yang sejalan dengan arah Islam. Itulah
dukungan tulus yang didasarkan pada loyalitas hanya kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya. Rasulullah tidak
pernah berkompromi apalagi bekerjasama menjalankan sistem kehidupan yang rusak
dan sesat buatan manusia (demokrasi) yang sudah jelas itu sistem jahiliyah.
Persoalan
Utama
Untuk
mengetahui arah perubahan yang benar, kita harus memahami persoalan utama kita.
Allah SWT mewajibkan kita mengamalkan seluruh hukum Islam dan menerapkannya di
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Simaklah firman Allah SWT: “Apa
saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa yang dia larang
atas kalian, tinggalkanlah” (QS al-Hasyr [59]:7).
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan apa
yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS
al-Maidah [5]:49-50).
Kata ‘mâ’
dalam kedua ayat tersebut dan ayat senada lainnya berbentuk umum.
Artinya, kewajiban melaksanakan hukum syariah Islam itu berlaku untuk semua
bidang. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa hukum syariah Islam
tidaklah diterapkan secara kaffah. Masyarakat di negeri-negeri Islam
tetap dikuasai oleh pemikiran, perasaan dan peraturan yang tidak islami serta
memunculkan banyak sekali kontradiksi. Pada saat mereka meyakini bahwa Mukmin
itu bersaudara, mereka justru berpegang teguh pada nasionalisme, fanatisme
mazhab dan golongan yang mengakibatkan perpecahan umat. Ketika mereka
melihat bahwa negara-negara kafir penjajah adalah musuh, justru mereka
menjadikan negara-negara tersebut sebagai sahabat dan tempat meminta
pertolongan serta mencari solusi atas berbagai persoalan di negeri-negeri
Muslim. Mereka mengikrarkan beriman dengan Islam, tetapi justru mereka
menyerukan paham-paham seperti demokrasi, kapitalisme atau sosialisme yang
tidak bersumber dari Islam. Mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad saw.
adalah nabi dan rasul terakhir, tetapi mereka diam saja ketika Rasulullah Muhammad
saw. dihina dan dilecehkan. Kaum Muslim di berbagai belahan dunia hidup dalam
masyarakat yang tidak Islami. Negeri-negeri Muslim tidak menerapkan syariah
Islam. Keamanannya pun bukan di tangan umat Islam. Berdasarkan hal ini,
mengembalikan hukum syariah Islam untuk diterapkan dalam kehidupan pribadi,
masyarakat dan negara merupakan persoalan utama kaum Muslim saat ini.
Singkatnya,
persoalan utama (qadhiyah mashîriyah) kaum Muslim di dunia saat ini
adalah mengembalikan hukum Allah SWT melalui jalan menegakkan Khilafah dan
mengangkat khalifah atas dasar al-Quran dan as-Sunnah. Untuk apa? Untuk
meruntuhkan sistem kufur dan menggantinya dengan hukum Islam; mengubah
negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islam, yakni negeri yang menerapkan
syariah Islam dan keamanannya berada di tangan kaum Muslim; menngubah
masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami; serta mengemban
Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Oleh sebab itu, arah
perubahan yang kita tuju adalah melanjutkan kehidupan Islam (isti’nâfu hayâh
al-islâmiyyah). Melanjutkan kehidupan Islam maknanya adalah
mengembalikan kaum Muslim untuk mengamalkan seluruh ajaran Islam: akidah,
ibadah, akhlak, muamalah islami; sistem pemerintahan, ekonomi, sosial,
pendidikan dan politik luar negeri Islami. Melanjutkan kehidupan Islam juga
berarti mengubah negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islâm serta mengubah
masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami. Misi ini
tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan tegaknya Khilafah dan mengangkat
seorang khalifah bagi seluruh kaum Muslim yang dibaiat atas dasar ketaatan pada
Al-Quran dan As-Sunnah.
Empat
Prinsip Perubahan
Oleh karena
itu, perubahan yang kita tuju harus mencakup empat perubahan besar dan
mendasar. Pertama: perubahan prinsip kedaulatan di tangan rakyat
menjadi kedaulatan di tangan syariah (as-siyâdah li asy-syar’i).
Artinya, yang berhak menetapkan hukum benar-salah, halal dan haram,
terpuji-tercela, dan dosa-pahala adalah syariah Tegasnya, ubah seluruh sistem
hukum Jahiliah menjadi hukum syariah karena yang berhak membuat hukum hanyalah
Allah SWT (Lihat: QS Yusuf [12]:40). Kedua: perubahan kekuasaan di
tangan pemilik modal menjadi kekuasaan di tangan umat (as-sulthân li
al-ummah). Artinya, pemimpin hanyalah orang yang dipilih oleh umat
untuk menerapkan syariah. Ketiga: menyatukan kaum Muslim dengan
mengangkat hanya satu orang khalifah untuk seluruh dunia. Dengan demikian
umat Islam benar-benar menjadi umat yang satu (ummah wâhidah). Keempat:
menjadikan hak adopsi (tabanni) hukum berada di tangan Khalifah. Dalam
perkara-perkara individual, hukum diserahkan pada hasil ijtihad para
mujtahid. Perbedaan pendapat dijamin. Adapun dalam masalah sistem
(sosial, politik, ekonomi) Khalifah mengambil salah satu pendapat terkuat di
antara pendapat para mujtahid yang telah digali dari sumber-sumber hukum
Islam. Hukum Islam yang diadopsi oleh Khalifah inilah yang berlaku di
tengah masyarakat. Inilah empat arah perubahan hakiki yang kita tuju, yang juga
adalah empat pilar Khilafah. Oleh karena itu, arah perubahan yang kita
inginkan sejatinya adalah penegakkan kembali Khilafah. Ingatlah, tegaknya
kembali Khilafah merupakan janji Allah yang akan menjadi kenyataan.
Rasulullah saw. bersabda: Pada akhir umatku akan ada khalifah yang
menebarkan harta melimpah, yang tidak terhitung jumlahnya (HR Muslim).
Aktivitas
melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana dijelaskan di atas tidaklah mungkin
dilakukan secara individual (‘amal fardi), tetapi harus secara
bersama-sama (‘amal jamâ’i) dalam sebuah kutlah (kelompok)
politik karena arah perubahan yang kita tuju adalah perubahan
politis. Melalui ‘amal jamâ’i, kita memperkokoh soliditas
perjuangan umat; bertarung melawan kekufuran, sistem dan
pemikirannya. Melalui ‘amal jamâ’i juga kita harus mengubah
pemikiran bukan Islam yang ada di tengah umat menjadi pemikiran Islam. Dengan
begitu pemikiran Islam menjadi opini umum di tengah masyarakat dengan pemahaman
mendalam yang mendorong mereka untuk menerapkannya. Melalui ‘amal
jamâ’i, kita juga harus mengubah perasaan yang tidak islami di tengah umat
menjadi perasaan islami hingga masyarakat ridha atas apa yang diridhai Allah
dan benci terhadap apapun yang dibenci oleh Allah. Tanpa mengenal lelah,
kita harus mengubah semua bentuk interaksi di tengah masyarakat menjadi
interaksi yang sesuai dengan syariah Islam. Pendek kata, kita harus terus
menanamkan Islam ke dalam tubuh umat dan terus bergerak menuntut perubahan di
tengah masyarakat hingga Khilafah tegak. Bina umat, berjuang bersama umat
dan tegakkan Khilafah! Itulah jalan yang harus ditempuh.
Boleh saja ada
orang yang mengatakan bahwa jalan demikian ini sulit dan lama. Boleh saja
ada yang berpendapat seperti itu. Namun, ingatlah bahwa inilah jalan
satu-satunya yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw. sebagai jalan yang
akan membawa pada kemenangan Islam. Tidak ada jalan lain. Memang,
jalan ini jalan yang panjang dan berliku, penuh onak dan duri. Namun, kita
sudah berada di ujung jalan keberhasilan. Insya Allah, berdasarkan fakta-fakta
yang ada di berbagai negeri Muslim, tegaknya Khilafah kiranya tinggal menunggu
waktu saja! Oleh karena itu, camkanlah: “Layar telah terkembang.
Pantang biduk pulang ke pantai. Pergilah dan teruslah kalian
berjuang! Jangan kembali pulang, hingga kemenangan itu datang!” Wallah a’lam bi ash-shawab.
Disampaikan
oleh Sa’adah Mahasiswa Stie Bina Bangsa Banten pada forum Nada Kampus tanggal
21 September 2013.