Sabtu, 21 September 2013

Kudeta Mesir Buah Kegagalan Demokrasi


Muhammad Mursi, doktor lulusan AS dan aktivis Ikhwanul Muslimin (IM) naik ke tampuk kekuasaan dengan memenangi 52% suara dalam pemilu bulan Juni 2012. Jumlah trun-out vote saat itu hanya sekitar 50%. Artinya, secara real Mursi hanya mendapatkan dukungan seperempat dari 50 juta rakyat Mesir yang memiliki hak suara (karena ‘lawan’ Mursi saat itu hanya satu orang, Ahmad Shafiq, mantan perdana mentri era Mubarak). Presiden Muhammad Mursi akhirnya tumbang, jalan demokrasi yang dilalui dan digadang-gadang tak bisa menyelamatkan kekuasaannya. Ia hanya menikmati kekuasaan selama setahun beberapa hari. Dewan militer Mesir di bawah pimpinan Jendral Abdul Fatah al-Sisi mengumumkan pelengseran Mursi. Tidak cukup dilengserkan, Mursi ditahan hingga sekarang. Dewan militer yang juga merupakan lembaga terkuat di Mesir berada pada kendali penuh AS. Keputusan kudeta terhadap pemerintahan Mursi hasil pemilu resmi terpilih secara demokratis pasca penggulingan Husni Mubarak, tak lepas dari sinyal AS. Kudeta itu dilakukan dengan dalih penolakan terhadap presiden Mursi atas “penyalahgunaan lembaga nasional negara dan keagamaan, “ yang menurut pimpinan militer Mesir, Mursi tidak bisa memenuhi tuntutan rakyat. Namun harus ditekankan bahwa pernyataan tersebut adalah atas persetujuan dari Amerika, yang telah melepaskan dukungan untuk Mursi karena dianggap  gagal menciptakan stabilitas yang melayani kepentingan Amerika.
Ribuan masa pendukung Mursi berusaha menentang langkah-langkah militer yang dianggap tidak konstitusional, militer pun membubarkanya bahkan dengan aksi brutal dan ganas, bukan hanya menembaki secara membabi buta bahkan membakar masa yang menentang kudeta terhadap Mursi. Korban berjatuhan tidak bisa dielakkan, lebih dari 100 orang yang tewas dalam rentang waktu satu jam dan terus-menerus bertambah. Dalam Kondisi Seperti Itu, Kementerian Dalam Negri Mesir mengatakan bahwa pasukan keamanan tidak menggunakan tembakan dan hanya menyerang unsur-unsur teroris yang ada di dalam para pengujuk rasa. Serangan pembubaran demonstrasi secara paksa itu merupakan perintah dari presiden sementara Adly Mansour. Ia beralasan kebijakan tersebut diambil  dalam rangka pemulihan stabilitas keamanan negara.
Kekacauan yang terjadi semakin rumit dengan adanya tindakan dan berbagai skenario yang muncul pasca kudeta, baik dukungan atas kudeta atau sebaliknya kecaman atas kudeta , Situasi seperti ini pun terjadi pada peristiwa Arab Spring, yang merupakan fenomena mengubah keadaan di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika dengan bertransformasi dari sistem kekuasaan diktator menjadi sistem kekuasaan rakyat. Dengan kehancuran kekuasaan diktator di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Ini merupakan bukti massifnya tuntutan perubahan terhadap rezim diktator. Hal tersebut menimbulkan suka cita yang luar biasa bagi rakyat di masing-masing negara yang mengalami fenomena ini. Karena melalui revolusi ini masyarakat merasakan perjuangan mereka bersama masyarakat lain dalam memperjuangkan hak-hak mereka yang dibatasi serta kejenuhan jeratan demokrasi akan tidak adanya perkembangan dalam bidang kehidupan yang tidak mensejahterakan ke arah yang lebih baik seperti dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan politik sehingga mereka menginginkan perubahan baru, dan bebas dari beban kekerasan psikis dan fisik dari kekuasaan diktator anak emas AS yang saat ini pun sedang terjadi di negara Mesir.
Sejauh ini, realitas sesungguhnya bahwa ada kelompok yang berbahaya dari kaum sekularis, liberal dan koptik yang tidak ingin Ikhwanul Muslimin memimpin panggung politik di Mesir. Mereka tidak hanya membenci Ikhwanul Muslimin, mereka juga menolak Islam politik dan proyek Islam, apapun proyeknya terutama proyek Khilafah yang sama sekali tidak dibicarakan oleh Ikhwanul Muslimin. Namun, kaum sekularis selalu menuduh Ikhwanul Muslimin, bahwa khilafah adalah tujuan utama mereka. Dalam hal ini, sia-sia Partai Demokratik Nasional (PDN) yang telah bergabung dengan masa yang kontra terhadap Mursi, dan mereka yang paling utama berperan dalam penggulingan Mursi dan melakukan gerakan jalanan yang menyerukan perlawanan terhadap Mursi. Aljazeera juga mengungkap peranan Amerika dalam pendanaan politisi  dan aktifis untuk menggulingkan Mursi. Keberadaan puluhan dokumen pemerintahan AS mengkonfirmasikan bahwa Washington telah mendanai politisi oposisi yang menyerukan penggulingan Presiden Mursi melalui Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Bantuan ini dilakukan dalam rangka promosi demokrasi di Timur Tengah. Amerika Serikat sendiri tidak pernah menyatakan pelengseran Mursi ini sebagai kudeta militer. Negara itu justru menegaskan bahwa akan menjalin hubungan dengan pemerintahan baru pasca Mursi yang dibentuk militer. Juru bicara Gedung Putih  Jay Cerney, menyatakan tujuan Amerika di Mesir  adalah membantu rakyat Mesir dalam masa transisi menuju demokrasi dan tetap dalam kranngka kepentingan Nasional  Amerika .
Menang Secara Demokratis Bukanlah Jaminan
Meskipun Mursi memenangi pemilihan presiden, ternyata ia tidak bisa bergerak leluasa. Perinsip demokrasi “the winner takes all” (pemenang mendapatkan semuanya) tak berlaku. Ia harus berkompromi dengan banyak pihak, termasuk dengan Amerika dan Israel. Mesir bukanlah yang pertama. Sebelumnya, ada FIS di Aljazair. Kemenangannya juga diberangus militer dengan dukungan negara Barat. Pasalnya FIS dicurigai akan menerapkan syariah Islam. HAMAS pun mengalami nasib yang hampir sama; mengalami tekanan politik yang kuat dari Barat yang tetap dalam kontrol Amerika Serikat.
Terbukti Demokrasi Telah Melakukan Pengkhianatan
            Semua ini seharusnya cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mempercayai jalan demokrasi. Siapapun seharusnya menyadari, Barat akan melakukan apapun dan kepada siapapun termasuk kepada kelompok Islam yang menang secara demokratis, telah tunduk pada nilai-nilai demokrasi, atau telah bekerjasama dengan Barat, sesaat kepentingan nasional mereka terancam. Sebaliknya, Barat akan terus mendukung rezim-rezim represif, seperti mendukung rezim Husni Mubarak yang korup dan bengis. Selama puluhan tahun jika rezim tersebut bisa menjaga kepentingan mereka. Praktik Barat tersebut terus berlanjut hingga saat ini.
Masihkah Demokrasi yang Terbukti Gagal Tetap Dipertahankan?
            Pelajaran dari Mesir juga menunjukan, meraih suara terbanyak bukan berarti membuat pemenang bisa melakukan apapun. Selama ini logika pihak yang mempercayai jalan demokrasi, yang mengatakan, kalau kita sudah meraih suara terbanyak di parlemen, kita akan bisa melakukan apapun termasuk untuk menerapkan syariah Islam secara total. Kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Ada dua faktor yang sangat menentukan. Pertama : kesadaran masyarakat untuk mendukung penerapan Islam. Kedua : dukungan ahlun nushrah (pemilik kekuasaan yang ril).
            Meskipun parpol Islam meraih suara mayoritas, jika rakyat tidak memiliki kesadaran politik untuk mendukung syariah Islam, rakyat akan mudah diprovokasi dengan berbagai isu untuk menentang penerapan syariah Islam. Dukungan pemegang kekuasaan ril, seperti militer di Mesir, juga sangat menentukan.
            Kita juga perlu menegaskan bahwa yang terjadi di Mesir bukanlah kegagalan Islam politik seperti yang dituduhkan oleh Basyar Assad, penguasa bengis Suriah, bukan pula kegagalan penerapan syariah Islam. Pasalnya Mursi bukanlah penguasa yang menerapkan syariah Islam secara total. Mesir saat Mursi berkuasa tetaplah menjalankan sistem sekular, bukan menerapkan sistem Islam. Mesir yang dipimpin Mursi bukan merupakan Daulah Islam. Mursi juga tidak benar-benar memiliki kekuasaan untuk mengatur Mesir. Mursi harus berhadapan dengan dominasi militer yang kokoh.
            Di Mesir, yang gagal sesungguhnya adalah “Islam moderat”, buatan demokrasi. Mereka yang berhaluan moderat ini berkompromi dengan nilai-nilai sekular dan bekerjasama dengan negara imperialis Barat seperti Amerika untuk merusak citra Islam di tengah-tengah masyarakat.
            Amerika melihat masyarakat Muslim begitu antusias dengan Islam sebagai agama mereka. Rakyat juga merindukan pemerintahan yang menerapkan Islam. Karena itu, kalangan Islam moderat didorong untuk tampil dipermukaan. Kemudian, mereka berhasil meraih kekuasaan. Namun faktanya, mereka gagal mengelola urusan negara. Banyak kalangan lalu menilai, Islam politik telah gagal. Padahal Islam tidak benar-benar diterapkan. Di Mesir, Mursi sebagai representasi “Islam moderat” sesungguhnya tidak memiliki kewenangan riil di dalam negeri. Ia pun gagal mengurus negara. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh pihak sekular untuk memprovokasi rakyat. Sebenarnya kegagalan itu bukan menimpa Islam politik, tapi sedang menimpa demokrasi yang cacat sedari awalnya. Sehingga dimanapun diterapkannya baik itu di negara Islam atau bukan pada kenyataannya demokrasi tetap tidak bisa diterapkan secara sempurna.
            Demi sebuah perubahan yang hakiki, maka hendaknya kaum Muslimin mengetahui bahwa hanya satu metode, tidak ada yang lain, untuk menegakkan pemerintahan Islam. Itulah metode yang pernah ditempuh oleh Rasulallah saw. Beliau menolak untuk mengambil pemerintahan Islam yang tidak lengkap, atau berpartisipasi dalam sistem rusak yang menyalahi Islam. Beliau tetap bersabar sampai nusrah (pertolongan) itu datang sempurna seraya tetap berjuang mengubah masyarakat. Beliau sungguh-sungguh menciptakan opini umum di tengah-tengah umat yang terpancar dari kesadaran umum tentang kewajiban menerapkan syariah Allah secara menyeluruh di dalam Negara Islam.
            Dengan pembentukan opini umum tentang syariah dan Khilafah, ahlun nushrah yang mukhlis di tubuh militer akan berpihak pada Khilafah dan syariah. Di sinilah letak pentingnya seluruh umat Muslim untuk mendukung dan berdakwah membangun kesadaran politik umat untuk menegakkan syariah dan Khilafah, juga dakwah kepada ahlun nusrah untuk mendukung perubahan politik yang sejalan dengan arah Islam. Itulah dukungan tulus yang didasarkan pada loyalitas hanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasulullah tidak pernah berkompromi apalagi bekerjasama menjalankan sistem kehidupan yang rusak dan sesat buatan manusia (demokrasi) yang sudah jelas itu sistem jahiliyah.
Persoalan Utama
Untuk mengetahui arah perubahan yang benar, kita harus memahami persoalan utama kita. Allah SWT mewajibkan kita mengamalkan seluruh hukum Islam dan menerapkannya di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.  Simaklah firman Allah SWT: “Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah.  Apa yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah” (QS al-Hasyr [59]:7).
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS  al-Maidah [5]:49-50).
Kata ‘mâ’  dalam kedua ayat tersebut dan ayat senada lainnya berbentuk umum.  Artinya, kewajiban melaksanakan hukum syariah Islam itu berlaku untuk semua bidang.  Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa hukum syariah Islam tidaklah diterapkan secara kaffah. Masyarakat di negeri-negeri Islam tetap dikuasai oleh pemikiran, perasaan dan peraturan yang tidak islami serta memunculkan banyak sekali kontradiksi. Pada saat mereka meyakini bahwa Mukmin itu bersaudara, mereka justru berpegang teguh pada nasionalisme, fanatisme mazhab dan golongan yang mengakibatkan perpecahan umat.  Ketika mereka melihat bahwa negara-negara kafir penjajah adalah musuh, justru mereka menjadikan negara-negara tersebut sebagai sahabat dan tempat meminta pertolongan serta mencari solusi atas berbagai persoalan di negeri-negeri Muslim.  Mereka mengikrarkan beriman dengan Islam, tetapi justru mereka menyerukan paham-paham seperti demokrasi, kapitalisme atau sosialisme yang tidak bersumber dari Islam.  Mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan rasul terakhir, tetapi mereka diam saja ketika Rasulullah Muhammad saw. dihina dan dilecehkan. Kaum Muslim di berbagai belahan dunia hidup dalam masyarakat yang tidak Islami. Negeri-negeri Muslim tidak menerapkan syariah Islam. Keamanannya pun bukan di tangan umat Islam. Berdasarkan hal ini, mengembalikan hukum syariah Islam untuk diterapkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara merupakan persoalan utama kaum Muslim saat ini.
Singkatnya, persoalan utama (qadhiyah mashîriyah) kaum Muslim di dunia saat ini adalah mengembalikan hukum Allah SWT melalui jalan menegakkan Khilafah dan mengangkat khalifah atas dasar al-Quran dan as-Sunnah. Untuk apa? Untuk meruntuhkan sistem kufur dan menggantinya dengan hukum Islam; mengubah negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islam, yakni negeri yang menerapkan syariah Islam dan keamanannya berada di tangan kaum Muslim; menngubah masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami; serta mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Oleh sebab itu, arah perubahan yang kita tuju adalah melanjutkan kehidupan Islam (isti’nâfu hayâh al-islâmiyyah).  Melanjutkan kehidupan Islam maknanya adalah mengembalikan kaum Muslim untuk mengamalkan seluruh ajaran Islam: akidah, ibadah, akhlak, muamalah islami; sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik luar negeri Islami. Melanjutkan kehidupan Islam juga berarti mengubah negeri-negeri Islam menjadi Dâr al-Islâm serta mengubah masyarakat di negeri-negeri Muslim menjadi masyarakat islami.  Misi ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan tegaknya Khilafah dan mengangkat seorang khalifah bagi seluruh kaum Muslim yang dibaiat atas dasar ketaatan pada Al-Quran dan As-Sunnah.
Empat Prinsip Perubahan
Oleh karena itu, perubahan yang kita tuju harus mencakup empat perubahan besar dan mendasar.  Pertama: perubahan prinsip kedaulatan di tangan rakyat menjadi kedaulatan di tangan syariah (as-siyâdah li asy-syar’i).  Artinya, yang berhak menetapkan hukum benar-salah, halal dan haram, terpuji-tercela, dan dosa-pahala adalah syariah  Tegasnya, ubah seluruh sistem hukum Jahiliah menjadi hukum syariah karena yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT (Lihat: QS Yusuf [12]:40). Kedua: perubahan kekuasaan di tangan pemilik modal menjadi kekuasaan di tangan umat (as-sulthân li al-ummah).  Artinya, pemimpin hanyalah orang yang dipilih oleh umat untuk menerapkan syariah. Ketiga: menyatukan kaum Muslim dengan mengangkat hanya satu orang khalifah untuk seluruh dunia.  Dengan demikian umat Islam benar-benar menjadi umat yang satu (ummah wâhidah). Keempat: menjadikan hak adopsi (tabanni) hukum berada di tangan Khalifah. Dalam perkara-perkara individual, hukum diserahkan pada hasil ijtihad para mujtahid.  Perbedaan pendapat dijamin. Adapun dalam masalah sistem (sosial, politik, ekonomi) Khalifah mengambil salah satu pendapat terkuat di antara pendapat para mujtahid  yang telah digali dari sumber-sumber hukum Islam.  Hukum Islam yang diadopsi oleh Khalifah inilah yang berlaku di tengah masyarakat. Inilah empat arah perubahan hakiki yang kita tuju, yang juga adalah empat pilar Khilafah.  Oleh karena itu, arah perubahan yang kita inginkan sejatinya adalah penegakkan kembali Khilafah. Ingatlah, tegaknya kembali Khilafah merupakan janji Allah yang akan menjadi kenyataan.  Rasulullah saw. bersabda: Pada akhir umatku akan ada khalifah yang menebarkan harta melimpah, yang tidak terhitung jumlahnya (HR Muslim).
Aktivitas melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana dijelaskan di atas tidaklah mungkin dilakukan secara individual (‘amal fardi), tetapi harus secara bersama-sama (‘amal jamâ’i) dalam sebuah kutlah (kelompok) politik karena arah perubahan yang kita tuju  adalah perubahan politis.  Melalui ‘amal jamâ’i, kita memperkokoh soliditas perjuangan umat; bertarung melawan kekufuran,  sistem dan pemikirannya.  Melalui ‘amal jamâ’i juga kita harus mengubah pemikiran bukan Islam yang ada di tengah umat menjadi pemikiran Islam. Dengan begitu pemikiran Islam menjadi opini umum di tengah masyarakat dengan pemahaman mendalam yang mendorong mereka untuk menerapkannya.  Melalui ‘amal jamâ’i, kita juga harus mengubah perasaan yang tidak islami di tengah umat menjadi perasaan islami hingga masyarakat ridha atas apa yang diridhai Allah dan benci terhadap apapun yang dibenci oleh Allah.  Tanpa mengenal lelah, kita harus mengubah semua bentuk interaksi di tengah masyarakat menjadi interaksi yang sesuai dengan syariah Islam. Pendek kata, kita  harus terus menanamkan Islam ke dalam tubuh umat dan terus bergerak menuntut perubahan di tengah masyarakat hingga Khilafah tegak.  Bina umat, berjuang bersama umat dan tegakkan Khilafah!  Itulah jalan yang harus ditempuh.
Boleh saja ada orang yang mengatakan bahwa jalan demikian ini sulit dan lama.  Boleh saja ada yang berpendapat seperti itu. Namun, ingatlah bahwa inilah jalan satu-satunya yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw. sebagai jalan yang akan membawa pada kemenangan Islam. Tidak ada jalan lain.   Memang, jalan ini jalan yang panjang dan berliku, penuh onak dan duri. Namun, kita sudah berada di ujung jalan keberhasilan. Insya Allah, berdasarkan fakta-fakta yang ada di berbagai negeri Muslim, tegaknya Khilafah kiranya tinggal menunggu waktu saja!  Oleh karena itu, camkanlah: “Layar telah terkembang.  Pantang biduk pulang ke pantai.  Pergilah dan teruslah kalian berjuang!  Jangan kembali pulang, hingga kemenangan itu datang!” Wallah a’lam bi ash-shawab.

Disampaikan oleh Sa’adah Mahasiswa Stie Bina Bangsa Banten pada forum Nada Kampus tanggal 21 September 2013.

Rabu, 18 September 2013

Sungguh Keterlaluan, Ruwaibidhah Syam Menjual Agama, Keluarga, Senjata, dan Perhiasannya demi Tetap Duduk di atas Kursi Doyongnya Satu atau Beberapa Jam!


Al-Islam edisi 672, 14 Dulqa’dah 1434 H – 20 September 2013 M

بسم الله الرحمن الرحيم
Sungguh Keterlaluan, Ruwaibidhah Syam Menjual Agama, Keluarga, Senjata, dan Perhiasannya demi Tetap Duduk di atas Kursi Doyongnya Satu atau Beberapa Jam!

Seruan demi seruan, susul menyusul, menuntut agar senjata kimia Suriah ditempatkan di bawah pengawasan internasional sebagai persiapan untuk dihancurkan… Pernyataan pertama datang dari John Kerry dalam konferensi pers dengan sejawatnya, menteri luar negeri Inggris, di London pada 9/9/2013, bahwa Bashar bisa menghindari pukulan militer jika dia menyerahkan simpanan senjata kimianya… Sebentar kemudian, Lafrov, menyatakan bahwa telah sampai ke telinganya tawaran John Kerry dan dia akan meyakinkan Suriah untuk menyetujuinya… Sekitar sejam kemudian al-Moalem, berdiri di depan jurnalis di Moskow dan mengumumkan atas nama rezim diktator Syam… Hanya beberapa jam berikutnya, menteri luar negeri Prancis, pada 10/9/2013, menyatakan akan menyodorkan ke Dewan Keamanan seputar topik ini di bawah pasal ketujuh… Beberapa negara pun segera menyetujui penghancuran senjata kimiawi, mulai dari Inggris, Jerman sampai Cina… Bahkan hingga Iran sekali pun telah mengumumkan sambutannya terhadap perkara ini… Semua itu mengungkapkan sejauh mana kepemimpinan Amerika terhadap orang-orang tersebut!
Begitulah, diktator (Bashar) menyetujui penghancuran senjata yang harganya dibayar oleh keringat umat, sehingga menjadi sia-sia seperti debu yang diterbangkan angin… Alasan pembenaran tindakan itu, yang dikutip oleh guru mereka di Moskow, adalah untuk melindungi darah masyarakat di Suriah dan menghalangi serangan militer Amerika… Namun alasan itu adalah kedustaan yang telanjang. Tuannya diktator (Amerika) dan kaki tangannya, telah menumpahkan darah tak terhitung jumlahnya, melanggar kehormatan, menangkapi ribuan orang dan mengusir jutaan orang dengan pesawat tempur, rudal, bom tandan, dan senjata kimiawi. Semua itu harus dibayar oleh umat dengan nyawa anak-anak untuk melindungi musuh mereka. Semua itu menjadi api yang membakar umat, dan sebaliknya menjadi keamanan dan kedamaian bagi musuh mereka. Sedangkan alasan menghalangi serangan, itu juga ucapan yang keliru. Negara yang kehilangan sebab-sebab kekuatan, lebih mungkin untuk diintervensi secara militer dari pada negara yang memiliki sebab-sebab kekuatan. Itulah faktanya. Dan perlu diketahui, jika Amerika telah mengambil keputusan menyerang Syam, maka boneka Amerika, diktator Syam, tidak akan berani menentangnya, hingga meski hanya angkat suara sambil menangis! Lebih dari itu, persetujuan diktator (Bashar) menyerahkan persediaan senjata kimiawi di bawah kekuasaan Amerika dan sekutunya untuk dihancurkan, berarti dia telah membuka pintu bumi Syam untuk dijamah. Beragam tim investigasi akan menjelajah Syam untuk mencari tempat-tempat penyimpanan senjata kimiawi, dan hal itu akan menuntut penjagaan oleh militer Amerika dan Barat. Begitulah, penyerahan senjata kimiawi oleh diktator tidak akan menunda intervensi militer jika kepentingan Amerika mengharuskan intervensi militer itu.
Wahai kaum Muslimin: keluarga Hafezh Assad dan Bashar telah melayani Amerika hampir setengah abad. Mereka menjaga kepentingan-kepentingan Amerika di kawasan dan menjaga keamanan negara Yahudi… Ketika masyarakat bangkit melawan diktator, Amerika dan sekutunya menyediakan untuk Bashar semua sarana pembunuhan dan kebengisan terhadap masyarakat, dengan harapan bisa memadamkan pergerakan mereka, tetapi dia tidak mampu… Lalu tuan-tuannya berpandangan untuk menggantinya dengan pengkhianat antek semisalnya. Mereka pun merekayasa dengan membentuk koalisi dan dewan. Berbagai usaha dikerahkan untuk memasarkan koalisi dan dewan mereka kepada masyarakat di dalam negeri, akan tetapi tidak berhasil. Teriakan masyarakat “hiya lillâh hiya lillâh (revolusi ini untuk Allah revolusi ini untuk Allah)“, “qâ`idunâ ilâ al-abad rasûlullâh Muhammad (pemimpin kami selamanya adalah Rasulullah Muhammad)“ dan takbir mereka yang terus meningkat dengan kuat…, semua itu telah menggetarkan peraduan mereka… Maka Amerika dan sekutunya terus memberikan tenggat demi tenggat bagi Bashar dan kaki tangannya untuk membunuhi dan bertindak bengis. Sementara koalisi buatan mereka di luar negeri mengerahkan usaha untuk meyakinkan masyarakat terhadap demokrasi, republik, dan negara sipil, akan tetapi gagal…
Setelah itu, Amerika mulai mengisyaratkan aksi militer sebagai persiapan untuk memaksakan pemerintahan pengganti antek dalam perundingan-perundingan Jenewa. Amerika akhirnya memberi tenggat demi tenggat bagi aksi militer, agar yakin bahwa invasi itu dapat menghasilkan ketundukan semua pihak untuk pergi ke Jenewa di bawah tekanan militer… Akhirnya, kadang kala Anda lihat Obama menyandang senapannya dan kadang kala ia letakkan kembali… Ia mengatakan, “Saya telah mengambil keputusan” kemudian ia kembali mengatakan, “Saya menunggu kongres…” Selama itu, dia mempelajari hasil-hasil serangan, apakah bisa menuntun ke arah Jenewa dan negosiasi atau tidak. Apakah bisa memaksakan anteknya duduk di pemerintahan atau tidak. Karena itu Obama menangguhkan pelaksanaan serangan.
Akan tetapi takbir-takbir kaum Muslimimin di bumi Syam membuat siapa saja yang akan pergi ke Jenewa untuk bernegosiasi dengan diktator menjadi berbalutkan duri. Sebab, siapa saja yang menerima duduk dengan diktator atau kaki tangannya, ia akan masuk dalam jebakan… Amerika dan sekutunya pun masih ragu bahwa hasil-hasil serangan militer bisa menuntun ke perundingan Jenewa. Karena itu, mereka memerlukan tambahan waktu dan tekanan… Mereka memang biasa memberi tenggat setiap kali perkaranya menjadi sulit. Akhirnya Kongress dan Senat memperpanjang diskusi dan menunda voting menunggu pengkondisian masyarakat dengan pembunuhan, kebengisan, dan isyarat intervensi militer agar mereka bersedia pergi ke Jenewa untuk bernegosiasi dengan diktator. Sebab, serangan yang direncanakan itu tidak dimaksudkan untuk serangan itu sendiri, akan tetapi agar diikuti dengan pemaksaan terbentuknya pemerintahan antek pengganti di dalam perundingan Jenewa. Amerika khawatir pemerintahan Suriah akan jatuh ke tangan kelompok-kelompok Muslim yang mukhlis, sebelum dia bisa menyiapkan antek-anteknya… Yaitu kelompok-kelompok yang tidak berada di pihak kaum kafir dan pendukung mereka… Kelompok-kelompok yang mengerahkan daya upayanya dalam mengusir Amerika dan sekutunya dari kawasan. Amerika juga khawatir atas keamanan anak asuhnya, negara Yahudi, yang berada dalam bahaya; bahkan kehancuran seluruh entitasnya menjadi perkara yang bisa dilihat… Karena itu mereka dipenuhi pikiran jahat untuk menghancurkan senjata terkuat di Suriah yang bisa membahayakan keamanan Yahudi; khususnya ketika mereka paham bahwa bonekanya, Bashar, tidak dapat lagi berperan efektif. Di pentas terbuka ini akan berlangsung episode-episode berikutnya yang dirancang Amerika, juga Rusia, bersama orang yang tunduk kepada mereka dan berkhianat kepada umatnya, yaitu diktator Suriah.
Wahai kaum Muslimin: kesulitan itu adalah batu ujian laki-laki. Lalu apakah setelah kesukaran ini masih ada kesukaran?! Sungguh Anda adalah umat yang agung, tidak tidur terhadap ketidakadilan. Anda mampu mengalahkan kaum Salibis dan menggilas Tatar kemudian kembali memimpin dunia… Di saat kaum Salibis dan Tatar menargetkan pembinasaan umat, ternyata umat ini kembali melakukan perlawanan; membebaskan Konstantinopel dan mengetuk pintu Wina… Yang demikian itu karena umat kembali kepada sebab-sebab kekuatannya, yaitu agamanya dan khilafahnya; sehingga umat kembali memimpin dunia, setelah musuh-musuhnya berangan-angan dapat mengalahkannya. Ketika itu umat bangun dari tidurnya dan menemukan apa yang dibayangkan musuhnya hanyalah mimpi… Lalu tidakkah Anda kembali kepada sebab-sebab kekuatan Anda, yaitu Agama dan Khilafah Anda? Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai wawasan. Ketahuilah bahwa musibah itu jika menimpa, maka tidak akan hanya menimpa diktator zalim saja, akan tetapi juga menimpa orang-orang yang diam terhadap kezaliman mereka. Allah SWT berfirman:
﴿وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (TQS al-Anfal [8]: 25)

Imam Ahmad telah mengeluarkan di dalam Musnad-nya dari Mujahid, ia berkata: Maula kami telah menceritakan hadits kepadaku bahwa ia mendengar kakekku berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ، حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ، وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ، عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ»
Sesungguhnya Allah tidak mengazab orang kebanyakan karena perbuatan pribadi, sampai mereka melihat kemungkaran di tengah mereka sementara mereka mampu mengingkarinya tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka melakukan itu, Allah mengazab pribadi dan orang kebanyakan

Juga dikeluarkan oleh Ibn Abiy Syaibah di Mushannafnya.

Wahai kaum Muslimin:
Sungguh menyedihkan, senjata kita dihancurkan dengan persetujuan para penguasa diktator… Sungguh menyedihkan, umat tidak menekan militernya untuk menumbangkan para diktator pengkhianat yang berbuat kerusakan di buka bumi, membinasakan pertanian dan binatang ternak… Sungguh menyedihkan, melihat darah-darah kita ditumpahkan, tetapi kita tidak menghentikannya. Kita melihat senjata kita dihancurkan, tetapi kita tidak mempertahankannya. Kita melihat kekayaan kita dirampok, tetapi kita tidak memotong tangan orang yang menjarahnya. Kita melihat negeri kita dikerat-kerat dari segala sisinya, tetapi kita tidak menyatukannya… Kita melihat kehormatan kita dilanggar, tetapi darah di urat nadi kita tidak mendidih…
Allah Allah dalam agama Anda, Allah Allah dalam umat Anda, Allah Allah dalam Khilafah Anda, Allah Allah dalam persenjataan Anda… Peganglah erat-erat semua itu. Bersiaplah untuk menolong agama Anda dan mengalahkan musuh dengan kepemimpinan Khalifah Anda yang menjadi laksana perisai. Anda berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. Jika Anda melakukannya berarti Anda telah menyiapkan kemuliaan Anda dan kesuksesan Anda di dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika Anda tidak melakukannya maka musuh Anda tidak akan cukup dengan menghancurkan persenjataan Anda dengan tangan-tangan Anda sendiri, akan tetapi musuh Anda akan meminta Anda mengizinkannya masuk ke rumah Anda… dan pada saat itu, tidak ada jalan keluar untuk Anda!
﴿إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (TQS Qaf [50]: 37)
4 Dzulqa’dah 1434 H
10 September 2013 M

Hizbut Tahrir

Mewujudkan Swasembada dan Kestabilan Harga Pangan


[Al-Islam edisi 671] Lonjakan harga kedelai sudah terjadi sejak 1998, lalu tahun 2008, 2012 hingga sekarang. Meski berulang, Pemerintah gagal menstabilkannya. Para pengrajin tahu-tempe pun mogok produksi Senin-Rabu lalu sebagai bentuk protes.

Kebijakan Memble, Rakyat Jadi Korban
Pihak yang jadi korban adalah rakyat kecil. Pengrajin tahu-tempe menjadi pihak pertama yang terkena dampak.
Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Tahu/Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, di seluruh Indonesia ada 114.575 perajin dengan tenaga kerja sebanyak 1,5 juta. Sebanyak 20% yakni 300.000 pekerja sudah dirumahkan. Para perajin tahu dan tempe juga memangkas produksi hingga 50%. Bahkan 10% dari 114.575 perajin tahu dan tempe itu, sudah menghentikan produksinya. (detikFinance, 2/9/2013).
Dampak yang lebih luas dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Selama ini tahu-tempe menjadi sumber protein terjangkau bagi rakyat. Dengan lonjakan harga yang terjadi, rakyat lebih sulit memenuhi sumber protein. Jika ini terjadi jangka panjang, tentu akan mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas hidup rakyat.

Akar Masalah: Kebijakan ala Kapitalisme Liberal
Penyebab gejolak harga kedelai (dan bahan pangan lainnya) adalah sama: produksi dalam negeri rendah/tidak cukup dan kegagalan pemerintah menjaga kestabilan harga.
Hingga tahun 1998 harga kedelai cukup stabil. Keadaan berubah pasca reformasi 1998, sejak Pemerintah tunduk kepada IMF. Subsidi di bidang pertanian dikurangi, pembangunan pertanian melambat, liberalisasi pasar diberlakukan dan peran Bulog dikebiri.
Akibatnya, produksi kedelai terus mengalami penurunan. Akibat pengurangan subsidi, berbagai fasilitas dan dukungan kepada petani makin kecil bahkan hilang, biaya produksi terus naik. Teknologi dan teknik budidaya tidak mengalami kemajuan sehingga produktivitas tidak naik, bahkan turun. Pada saat yang sama, kran impor dibuka lebar-lebar, sehingga kedelai impor pun membanjiri pasar dalam negeri. Menanam kedelai tidak lagi menarik dan menguntungkan bagi petani. Akibatnya produksi kedelai turun drastis. Pada saat swasembada tahun 1992, produksi kedelai mencapai 1,87 juta ton dari luas lahan sekitar 1,8 juta hektar. Jumlah itu terus menyusut dan kini hanya sekitar 600 ribu hektar dengan produksi 700-800 ribu ton. Sementara, kebutuhan kedelai nasional diperkirakan mencapai 2,5 juta ton. Kurangnya, sekitar 1,8 juta ton dipenuhi dari impor.

Program Swasembada: Isapan Jempol
Program swasembada kedelai dicanangkan 2009 dengan harapan tercapai tahun 2014. Namun agaknya hanya akan menjadi isapan jempol. Untuk swasembada diperlukan tambahan lahan hingga 500 ribu hektar. Saat ini menurut Kementerian Pertanian yang terealisasi baru 80 ribu hektar.
Potensi perluasan lahan memang ada. Data BPN ada sekitar 7,2 juta hektar lahan terlantar, dan 2,1 juta hektar di antaranya layak untuk pertanian. Masalahnya, lahan itu dikuasai banyak pihak dan di bawah kewenangan departemen lain. Instrumen hukum untuk memaksa lahan terlantar itu agar bisa dihidupkan tidak ada. Koordinasi antar lembaga dan instansi juga lemah, bahkan justru jadi bagian dari problem. Semua itu, masih ditambah tidak adanya keberpihakan yang jelas dan tidak ada peningkatan dukungan dan fasilitas kepada petani.

Permainan Kartel
Lonjakan harga kedelai saat ini bukan karena kenaikan harga internasional. Menurut direktur INDEF Enny Sri Hartati (10/9), data FAO dan Departemen Perdagangan Amerika Serikat menunjukkan tren harga kedelai justru menurun. Pada Juli 2013 harga USD 577 per ton, dan memasuki Agustus, harga menjadi USD 523 per ton. Aneh, harga di pasar internasional turun, harga di dalam negeri justru melonjak, padahal kedelainya impor.
Melemahnya nilai rupiah, juga tidak begitu berpengaruh. Meski rupiah melemah terhadap dolar, harga kedelai dalam dolar di pasar internasional juga turun. Lonjakan harga juga bukan karena permintaan dalam negeri melonjak. Lonjakan harga itu diduga kuat karena permainan kartel, masuknya pasokan lambat akibat kebijakan yang terlambat, dan kegagalan kebijakan mengelola stok.
Keterlambatan pasokan di antaranya karena terlambatnya penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI). Menurut KPPU, merujuk pada keterangan Dewan Kedelai Nasional, proses penerbitan SPI untuk kedelai dianggap terlambat. Importir sudah terdaftar sejak 31 Juli, namun proses pemberian SPI baru 31 Agustus.
Permainan kartel dimungkinkan karena impor kedelai dikuasai oleh hanya segelintir perusahaan. INDEF menemukan fakta, dari data SPI yang diterbitkan 28-30 Agustus lalu, tiga perusahaan importir menguasai 66,3 persen kuota impor kedelai dari Amerika Serikat. Secara total, importir mengajukan 886.200 ton. Namun yang disetujui hanya 450.900 ton.
Memang ada 14 perusahaan yang mendapat SPI, tapi satu perusahaan dapat kuota besar sekali, dan yang lain kuotanya kecil-kecil. Tiga perusahaan yang menguasai tata niaga kedelai: PT FKS Multi Agro dapat kuota 210.600 ton atau 46,7 %; PT Gerbang Cahaya Utama 46.500 ton atau 10,3 % dan PT Budi Semesta Satria 42.000 ton atau 9,3 %. Total ketiganya 299.100 ton atau 66,33%. Tiga perusahaan mendapat kuota 4-5 persen dan delapan perusahaan lainnya berkisar 2 – 0,6 %. Sementara kuota Bulog hanya 20 ribu ton atau 4,4 %.
Sementara data Koran Kota (http://korankota.co.id/page/berita/siapa-yang-bermain/up), importir kedelai yang terdaftar di Kementerian Perdagangan berjumlah 71 importir. Namun anehnya, hanya PT Cargill Indonesia, PT Gerbang Cahaya Utama, PT Sekawan Makmur Bersama, PT Teluk Intan, PT Cibadak, PT Sungai Budi, PT Alam Agri Perkasa dan PT Gunung Sewu yang secara riil diduga menjadi penentu pasokan dan harga kedelai di pasar.
Dicurigai, para importir menahan pasokan agar untung besar. Sebab lonjakan harga ini bukan karena stoknya tidak ada. Menteri Perdagangan mengatakan, untuk mengatasi lonjakan harga, telah disiapkan stok di luar Bulog 315 ribu ton. Artinya, stok itu selama ini memang ada, tetapi tidak dikeluarkan. Sayangnya, pemerintah tidak bertindak tegas kepada para importir nakal itu. Tetapi justru memberikan fasilitas berupa penurunan bea impor dari 10% menjadi nol. Padahal penurunan bea impor itu salah satu target dari permainan lonjakan harga ini.
Memblenya produksi dalam negeri, terlambatnya penerbitan SPI, tidak adanya tindakan tegas terhadap importir nakal, dsb, semua itu hanya sebagian bukti kegagalan pemerintah mengelola stok.

Cara Islam Stabilkan Harga dan Wujudkan Swasembada
Islam dengan serangkaian hukumnya mampu merealisasi kestabilan harga dan swasembada pangan. Harga stabil dengan dua cara: menghilangkan distorsi mekanisme pasar syariah yang sehat seperti penimbunan, intervensi harga, dsb; dan menjaga kesimbangan suply dan demand.
Islam tidak membenarkan penimbunan dengan menahan stok agar harganya naik. Abu Umamah al-Bahili berkata:
«نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُحْتَكَرَ الطَّعَامُ»
Rasulullah saw melarang ditimbun makanan (HR al-Hakim dan al-Baihaqi)

Jika pedagang, importir atau siapapun menimbun, ia dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar. Jika efeknya besar, maka pelakunya juga bisa dijatuhi sanksi tambahan sesuai syariah.
Disamping itu Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda:
«مَنْ دَخَلَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَسْعَارِ الْمُسْلِمِينَ لِيُغْلِيَهُ عَلَيْهِمْ، فَإِنَّ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُقْعِدَهُ بِعُظْمٍ مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)

Adanya asosiasi importir, pedagang, dsb, jika itu menghasilkan kesepakatan harga, maka itu termasuk intervensi dan dilarang.
Sementara terkait persoalan keterbatasan lahan, untuk mewujudkan swasembada di dalam negeri, dapat diselesaikan dengan pembukaan lahan baru, seperti mengeringkan rawa dan merekayasanya menjadi lahan pertanian lalu dibagikan kepada rakyat yang mampu mengolahnya, seperti yang dilakukan masa Umar bin Khaththab di Irak. Begitu juga dengan hukum-hukum pertanahan. Siapa pun yang memiliki tanah pertanian dan ditelantarkan tiga tahun berturut-turut atau lebih, maka hilanglah kepemilikannya, negara akan mengambilnya dan diserahkan kepada orang yang mampu mengolahnya.
Kepada para petani diberikan berbagai bantuan, dukungan dan fasilitas dalam berbagai bentuk; baik modal, peralatan, benih, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan, research, pemasaran, informasi, dsb; baik secara langsung atau semacam subsidi. Maka seluruh lahan yang ada akan produktif. Negara juga akan membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi, dsb, sehingga arus distribusi lancar.
Jika terjadi ketidakseimbangan suplay dan demand (harga naik/turun drastis), negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog, segera menyeimbangkannya dengan mendatangkan barang baik dari daerah lain atau dengan impor, tanpa harus dikungkung dengan persoalan kuota. Disamping itu, semua warga negara diperbolehkan melakukan impor dan ekspor (kecuali komoditas yang dilarang karena kemaslahatan umat dan negara). Pengrajin tempe secara individu atau berkelompok bisa langsung mengimpor kedelai. Dengan begitu, tidak akan terjadi kartel importir.

Wahai Kaum Muslimin
Demikianlah sekilas bagaimana syariah Islam mengatasi masalah pangan khususnya, dan ekonomi pada umumnya. Masih banyak hukum-hukum syariah lainnya, yang bila diterapkan secara kaffah niscaya kestabilan harga pangan dapat dijamin, ketersediaan komoditi, swasembada, dan pertumbuhan yang disertai kestabilan ekonomi dapat diwujudkan. Semua itu akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, baik muslim maupun non Muslim. Tentu saja, hal itu hanya bisa diterapkan jika syariah Islam diterapkan secara totalitas dan di bawah naungan sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwahWallâh a’lam bi ash-shawâb.


Komentar:
Kadin Indonesia menilai ada enam komoditas pangan strategis yang masih menjadi mainan kartel, dan pemerintah diminta mengamankan harga pangan tersebut, yaitu daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung dan beras. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog Natsir Mansyur mengatakan, “Nilai potensi kartel pada enam komoditas ini mencapai Rp 11,34 triliun. Ini belum termasuk dengan komoditas lainnya yang juga berpengaruh pada tata niaga pangan.” kata (Kompas.com, 10/9/2013).
  1. Kartel terjadi hampir pada semua komoditis. Kartel tak mungkin terjadi tanpa persekongkolan dengan penguasa dan aparat pemerintah.
  2. Itu adalah konsekuensi dari sistem demokrasi yang memang butuh biaya politik tinggi.
  3. Babat kartel, bersihkan perekonomian dan kelola sumber daya dengan syariah Islam melalui sistem ekonomi Islam. Niscaya kemakmuran dirasakan oleh semua baik muslim maupun non muslim.